Pengaruh Budaya Terhadap Efektifitas Organisasi
Organisasi
merupakan hal yang tidak mungkin terlepas dari kehidupan bermasyarakat.
Karena dari semenjak lahir secara langsung kita sudah dikenalkan dengan
organisasi yaitu keluarga. Dalam organisasi tersebut tidak mungkin
juga terlepas dari ikatan budaya yang ada dalam organisasi. Ikatan
budaya yang tercipta dalam organisasi tersebut dapat tercipta dan
dibentuk oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam organisasi
bangsa, bisnis maupun bangsa. Budaya membedakan masyarakat satu dengan
yang lain dalam cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu
pekerjaan. Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat menjadi satu
kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman berperilaku atau
bertindak. Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk
dalam organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya dalam memberi
kontribusi bagi efektivitas organisasi secara keseluruhan.
Definisi Budaya Organisasi
Pada
hakikatnya, budaya organisasi memiliki nilai baik bagi kemajuan suatu
organisasi dimana budaya organisasi merupakan salah satu perangkat
manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Namun, budaya organisasi
bukan merupakan cara yang mudah bagi suatu organisasi untuk memperoleh
keberhasilan, dibutuhkan strategi yang dapat dimanfaatkan sebagai salah
satu andalan daya saing organisasi. Jadi dapat dikatakan bahwa budaya
organisasi merupakan sebuah konsep sebagai salah satu kunci keberhasilan
suatu organisasi dalam mencapai tujuannya.
Secara etimologis (asal-usul kata), budaya organisasi terdiri dari dua kata, yakni budaya dan organisasi.
•
Organisasi merupakan suatu sistem yang mapan dari sekumpulan
orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui suatu
jenjang kepangkatan & pembagian.
Unsur-unsur organisasi:
1. Kumpulan orang
2. Kerjasama
3. Tujuan Bersama
4. Sistem Koordinasi
5. Pembagian tugas dan tanggung jawab
6. Sumber daya organisasi
•
Budaya adalah suatu set nilai, penuntun kepercayaan akan suatu
hal, pengertian & cara berpikir yang dipertemukan oleh para anggota
organisasi & diterima oleh anggota baru.
Unsur-unsur Budaya:
1. Ilmu Pengetahuan
2. Kepercayaan
3. Seni
4. Moral
5. Hukum
6. Adat-istiadat
7. Perilaku/kebiasaan (norma) masyarakat
8. Asumsi dasar
9. Sistem Nilai
10. Pembelajaran / Pewarisan
11. Masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal
Jadi
Budaya Organisasi merupakan penerapan nilai-nilai dalam suatu
masyarakat yang terkait, bekerja di bawah naungan suatu organisasi.
(Duncan dalam Kasali, 1994: 108)
Banyak
hal yang dapat menggambarkan tentang definisi dari budaya birokrasi.
Setiap orang biasanya memiliki pandangan yang berbeda tentang apa makna
dari budaya organisasi. Dalam konteks masyarakat, budaya biasanya
didefinisikan sebagai nilai-nilai, norma-norma, kepercayaan-kepercayaan,
sikap atau sesuatu yang diyakini (attitude), dan simbol-simbol.
Berikut adalah definisi budaya organisasi menurut para tokoh :
a. Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391)
Budaya
Organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan
oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi
itu sendiri.
b. Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263)
Budaya
Organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi
berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada
pada bagian-bagian organisasi.
c. Robbins (1996:289)
Budaya Organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
d. Schein (1992:12)
Budaya
Organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk
bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu
beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota
organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota
yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan
merasakan masalah yang dihadapi.
e. Cushway dan Lodge (GE : 2000)
Budaya
Organisasi merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara
pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku. Dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi dalam
penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota
organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari
para anggota organisasi.
f. Peter F. Drucker
Budaya
Organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah ekternal dan
internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu
kelompok yang kemudian mewariskan kepada angota-anggota baru sebagai
cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap
masalah-masalah terkait sepeti di atas.
g. Phithi Sithi Amnuai
Budaya
Organisasi adalah seperangkat asumsi dasar dan keyakinan yang dianut
oleh anggota-angota organisasi, kemudian dikembangkan dan diwariskan
guna mengatasi masalah-masalah adaptasi eksternal dan masalah-masalah
integrasi internal.
Budaya Organisasi merupakan hal yang penting
Budaya
Organisasi menjadi salah satu instrument yang penting dalam jalannya
suatu organisasi agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan efektif
sesuai dengan harapan. Dengan ada budaya yang luas memberikan pengaruh
yang kuat terhadap struktur dan fungsi organisasi. Dan setiap organisasi
memiliki budaya organisasi yang berbeda-beda sekalipun mereka
menjalankan fungsi yang sama. contohnya adalah bisa saja terdapat Satu
organisasi yang lebih otoritarian atau demokratis dibanding dengan
organisasi lainnya. Ada juga organisasi yang sangat terikat peraturan
bahkan hanya berpedoman pada peraturan informal, dapat memberikan
inovatif dan inspirasi terhadap perubahan atau menolak perubahan, dan
bahkan tidak dapat beradpatasi dengan lingkungan sekitar. Selain itu,
ada juga organisasi yang bisa menerima keragaman atau anti-keragaman
atau bisa membawa atmosfer yang bersahabat atau tidak bersahabat
sehingga berpengaruh kepada lingkungan internal ataupun eksternalnya.
Tiga pendekatan dalam mempelajari birokrasi.
Setiap
organisasi bahkan setiap orang-orang yang terlibat dalam organisasi
dapat memiliki interprestasi yang berbeda-beda tentang budaya organisasi
mereka. Perbedaan interpretasi budaya tersebut dapat dilihat dari tiga
pendekatan, yaitu :
a. Perspektif Integrasi
Anggota
organisasi tahu betul dan tahu persis prinsip dasar yang menjadi budaya
organisasi tempat mereka bernaung sehingga mereka tahu bagaimana harus
berperilaku yang benar dan menunjang tujuan organisai yang ada.
Contoh : Jika karyawan rajin atau berprestasi maka gaji karyawan tersebut akan naik atau mendapat bonus. (reward and punishment)
b. Perspektif Perbedaan
Dalam
perspektif ini mengakui ada perbedaan interpretasi budaya organisasi
atau bahkan variasi budaya di dalam organisasi yang mencerminkan adanya
kelompok kepentingan yang berbeda dalam suatu organisasi. Dalam hal ini
mengakibatkan bisa terjadi perselisihan antara departemen yang satu
dengan departemen yang lain dalam satu organisasi.
Contohnya
: Manajer dapat memiliki pemahaman/pendapat yang berbeda dengan bawahan
mengenai sikap tidak berat sebelah (fairness) dan tanggung jawab.
c. Perspektif Fragmentasi
Perspektif
perbedaan tidak melihat ada konsensus di tingkat organisasi, yang ada
hanya konsensus di tingkat subkultur dan pandangan ini cenderung
menekankan bagaimana kelompok bawahan melihat organisasi untuk
membedakan dengan pandangan integrasi. Perspektif ini sering digunakan
untuk meneliti konflik dan keengganan yang tidak muncul dalam penelitian
organisasi yang menekankan kerja tim, harmoni, dan kerja sama
Dalam
menjalankan tugas dan fungsinya sebagai suatu organisasi. Menurut Tosi,
Rizzo, Carrol terdapat berbagai factor yang mempengaruhi organisasi,
yaitu:
1. Pengaruh umum dari luar yang luas
Mencakup faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan atau hanya sedikit dapat dikendalikan oleh organisasi.
2. Pengaruh dari nilai-nilai yang ada di masyarakat
Keyakinan-keyakinan dn nilai-nilai yang dominan dari masyarakat luas misalnya kesopansantunan dan kebersihan.
3. Faktor-faktor yang spesifik dari organisasi
Organisasi
selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam mengatasi baik masalah
eksternal maupun internal organisasi akan mendapatkan
penyelesaian-penyelesaian yang berhasil. Keberhasilan mengatasi berbagai
masalah tersebut merupakan dasar bagi tumbuhnya budaya organisasi.
Fungsi Budaya Organisasi
Dengan
adanya budaya organisasi yaitu dengan adanya nilai-nilai yang
dimengerti, ditanamkan, dan dilakukan oleh pelaku organisasi budaya
organisasi dapat memberikan manfaat yang baik bagi jalannya suatu
organisasi agar dapat terus berjalan dengan produktif dan memberikan
perkembangan yang positif dari hari ke hari.
Menurut Stephen P. Robbins, budaya organisasi membawa manfaat bagi organisasi, yaitu :
a. Budaya Organisasi menciptakan sesuatu pembedaan yang jelas antara organisasi yang satu degan yang lain.
b. Budaya Organisasi membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
c.
Budaya Organisasi mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu
yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
d.
Budaya Organisasi merupakan perekat sosial yang membantu
mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang
tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
e. Budaya Organisasi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
Ciri-ciri Budaya Organisasi
7 ciri-ciri budaya organisasi menurut Robbins (1996:289), yaitu :
a. Inovasi dan pengambilan resiko.
Sejauh
mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko.
Rela berkorban untuk memberikan yang terbaik bagi organisasi dan dapat
menciptakan Sesuatu hal yang baru dalam menghadapi ketidakpastian
lingkungan. Perusahaan berorientasi bagi para pengambil resiko dan
inovator, perusahaan juga berorientasi pada hasil yang dicapai oleh
karyawan, perusahaan juga lebih menyukai karyawan yang agresif.
Perusahaan cenderung untuk mencari orang-orang berbakat dari segala usia
dan pengalaman, perusahaan juga menawarkan insentif finansial yang
sangat besar dan kebebasan besar bagi mereka yang sangat berprestasi.
b. Perhatian terhadap detail
Sejauh
mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian
terhadap detail. Dimana diperlukan karyawan yang handal dan memiliki
kompetensi dalam memberikan perhatian kepada masalah-masalah yang perlu
ditangani dengan lebih serius. Perusahaan suka merekrut para lulusan
muda universitas, memberi mereka pelatihan istimewa, dan kemudian
mengoperasikan mereka dalam suatu fungsi yang khusus. Perusahaan lebih
menyukai karyawan yang lebih cermat, teliti, dan mendetail dalam
menghadapi dan memecahkan suatu masalah.
c. Orientasi hasil.
Sejauh
mana manajemen memfokus pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang
digunakan untuk mencapai hasil tersebut. (hasil yang didapat harus
sesuai dengan harapan, misalnya jumlah output dan waktu terselesaikan
output yang hendak di hasilkan).
d. Orientasi orang.
Sejauh
mana keputusan manajemen memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam
organisasi itu. apakah keputusan manajemen tersebut berpengaruh
langsung atau tidak langsung terhadap pelaku organisasi.
e. Orientasi tim.
Sejauh
mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim yaitu diperlukan
kerjasama dalam melaksanakan tugas bersama untuk mendapatkan hasil yang
maksimal. bukannya individu. Perusahaan lebih condong ke arah orientasi
orang dan orientasi tim dimana perusahaan memberi nilai tinggi pada
karyawan yang dapat menyesuaikan diri dalam sistem organisasi.
Perusahaan juga menyukai karyawan yang setia dan mempunyai komitmen yang
tinggi serta mengutamakan kerja sama tim.
f. Keagresifan.
Berkaitan dengan agresivitas karyawan, yaitu semangat dan spirit karyawan dalam melakukan suatu pekerjaan.
g. Kemantapan.
Organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang sudah baik.
Menurut
Sonnenfield banyak perusahaan tidak dapat dengan rapi dikategorikan
dalam salah satu dari empat kategori karena merek memiliki suatu paduan
budaya atau karena perusahaan berada dalam masa peralihan.
Dengan
menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan
diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini
menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para
anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di
dalamnya, dan cara para anggota berperilaku (Robbins, 1996 : 289).
Selain
itu dapat dilihat bahwa Budaya Organisasi merupakan sistem nilai yang
diyakini dan dapat dipelajari, dapat diterapkan dan dikembangkan secara
terus menerus. Budaya Organisasi juga berfungsi sebagai perkat,
pemersatu, identitas, citra, brand, pemacu-pemicu (motivator ),
pengengmbangan yang berbeda dengan organisasi lain yang dapat
dipelajaridan diwariskan kepada generasi berikutnya, dan dapat dijadikan
acuan prilaku manusia dalam organisasi yang berorientasi pada
pencapaian tujuan atau hasil/target yang ditetapkan.
Budaya Organisasi dengan Efektivitas Organisasi
Robbins
(1990: 49) mendefinisikan efektifitas organisasi sebagai suatu tingkat
dimana suatu organisasi dapat merealisasikan tujuannya. Ada beberapa
pendekatan untuk mengukur keefektifan suatu organisasi, yaitu Pendekatan
tradisional digunakan untuk mengukur efektivitas organisasi individual
dalam rangka untuk mempertemukan kemampuan dan tujuan organisasi
tersebut dalam setiap bidang yang khusus. Namun pendekatan tersebut
memiliki kelemahan dalam mengakomodasikan kepentingan interdivisional.
Namun
pendekatan tradisional dapat diatasi dengan beberapa model yaitu model
kontijensi (Burrell dan Morgan: 1979), model populasi ekologi (Aldrich:
1979), model ekonomi politik (Nord: 1983), model sistem (Weick dan Daft:
1983), dan model hirarki analitis (Chan dan Lynn: 1993).
Robbins
(1990:50) mengutip beberapa kriteria efektivitas organisasi, beberapa
kriteria tersebut diantaranya tidak mudah untuk diukur secara
kuantitatif, misalnya kepuasan, motivasi, dan moral.
Kaplan
dan Norton (1992, 1993, 1996) menemukan suatu model yang memberikan
alternatif untuk perbaikan dalam pengukuran efektitivitas organisasi
atau kinerja organisasi yang dikenal dengan balanced scorecard yang
menggunakan pengukuran internal maupun eksternal, kuantitatif maupun
kualitatif.
Robbins (1990:53) mengklasifikasikan empat pendekatan dalam mempelajari efektifitas organisasi, yaitu:
a. Pendekatan Pencapaian Tujuan (The Goal Attainment Approach).
Pendekatan
ini menunjukkan bahwa suatu efektifitas organisasi dinilai lebih pada
kaitannya dengan tujuan akhir daripada dengan prosesnya (jadi dalam hal
ini para pelaku organisasi mengetahui apa sebenarnya tujuan akhir dari
organisasi, adanya shared value yang si sosialisasikan dengan baik dari
individu yang satu terhadap individu yang lain dalam suatu organisasi).
Kriteria yang umum digunakan dalam pendekatan ini adalah maksimasi laba.
Dengan demikian asumsi yang digunakan dalam pendekatan ini seluruh
kriteria yang digunakan harus dapat diukur (measureable).
b. Pendekatan Sistem (The System Approach).
Pendekatan
ini tidak menekankan pada tujuan akhir tetapi memasukkan seluruh
kriteria dalam satu element dan masing-masing akan saling berinteraksi.
Pendekatan sistem ini menekankan pada kelangsungan hidup organisasi
untuk jangka waktu panjang.
c. Pendekatan Konstituen Strategis (The Strategic-Constituencies).
Pendekatan
ini menunjukkan bahwa organisasi yang efektif adalah organisasi yang
dapat memuaskan keinginan para konstituen dalam lingkungannya.
Masing-masing konstituen tersebut mempunyai keinginan yang berbeda-beda.
Karena itu diperlukan budaya organisasi yang baik agar keinginan
konstituen dapat terlaksana, budaya organisasi yang diketahui dan
dipahami oleh setiap pelaku organisasi, sehingga dalam melakukan setiap
tugas dan kewenangan selalu berpegang kepada budaya organisasi yang ada.
Pemilik berkeinginan untuk memperoleh return on investment yang tinggi,
karyawan akan menginginkan kompensasi yang memadai, pelanggan
menginginkan kemampuan membayar hutang, demikian juga dengan pihak-pihak
lainnya akan mempunyai keinginan yang unik.
d. Pendekatan nilai-nilai persaingan (The Competing-Value Approach).
Pendekatan
ini menawarkan suatu kerangka yang lebih integrative dan lebih
variatif, karena kriteria yang dipilih dan digunakan tergantung pada
posisi dan kepentingan masing-masing dalam suatu organisasi. Sehubungan
dengan tingkat variatif yang relative tinggi, maka terdapat tiga
perangkat dasar nilai-nilai, yaitu: 1) fleksibilitas versus
pengendalian, 2) manusia versus organisasi, 3) proses versus tujuan
akhir. Berdasarkan tiga perangkat dasar tersebut dapat digambarkan empat
model nilai-nilai efektivitas, yaitu human rational model, open system
model, rational goal.
Proses terbentuknya budaya organisasi ditentukan oleh beberapa hal yakni:
1.
Lingkungan usaha, lingkungan di tempat perusahaan itu beroperasi
akan menentukan apa yang harus dikerjakan oleh perusahaan untuk mencapai
keberhasilan.
2. Nilai-nilai merupakan konsep dasar dan keyakinan suatu organisasi
3. Panutan atau keteladanan, orang-orang yang menjadi panutan atau teladan karyawan-karyawan lainnya karena keberhasilan.
4.
Upacara-upacara, acara-acara rutin yang diselenggarakan oleh
perusahaan dalam rangka memberikan penghargaan kepada karyawannya.
5. Network, jaringan komunikasi informal dalam perusahaan yang dapat menjadi sarana penyebaran nilai-nilai organisasi.
Budaya
asli diturunkan dari filsafat pendirinya, selanjutnya budaya ini akan
mempengaruhi criteria yang akan digunakan dalam memperkerjakan karyawan.
Tindakan dari manajemen puncak akan menentukan iklim umum dari perilaku
yang dapat diterima atau tidak. Manajemen puncak juga menentukan cara
karyawan mengalami sosialisasi, baik dalam hal mencocokkan nilai-nilai
karyawan baru dengan nilai-nilai organisasi, maupun pada preferensi
manajemen puncak akan metode sosialisasi.
Mengelola Budaya Organisasi
Salah
satu permasalahan pokok dari budaya organisasi adalah pengelolaan
budaya organisasi. Jika kita membicarakan tentang mengelola budaya, kita
maksudkan mengubah budaya tersebut. Ini telah menjadi definisi sekarang
yang berlaku.
Mengubah
budaya sebuah organisasi bukanlah sebuah pekerjaan mudah, karena memang
memerlukan cara mengukur budaya organisasi dalam hubungannya dengan
perubahan organisasi. Schwartz dan Davis merancang sebuah cara
pengukuran budaya dalam hal deskripsi bagaimana tugas – tugas manajemen
ditangani dalam skala perusahaan dan hubungan antara atasan bawahan,
rekan kerja dan antar bagian agar dapat dinilai tingkat kesesuaian
budaya dengan setiap rencana perubahan strategis.
Merubah Budaya
Banyak model perubahan terencana, salah satunya adalah enam langkah perubahan efektif yang diajukan oleh Beer:
1. Mobilisasi komitmen pada perubahan melalui diagnosa bersama atas masalah – masalah bisnis
2. Kembangkan visi bersama tentang bagaimana cara mengorganisasi dan mengelola agar memperoleh keunggulan bersaing
3. Perkuat konsensus pada visi baru, kompetensi untuk mewujudkannya dan kohesi untuk menggerakkannya
4. Sebarkan revitalisasi pada semua bagian tanpa harus memaksakannya dari atas
5. Lembagakan revitalisasi melalui kebijakan, system dan struktur formal
6. Monitor dan sesuaikan strategi dalam merenpon masalah dalam proses revitalisasi
Dua elemen terpenting dalam menciptakan perubahan budaya organisasi adalah dukungan eksekutif dan pelatihan.
- Dukungan eksekutif: eksekutif dalam organisasi harus mendukung perubahan budaya, selain dukungan verbal. Mereka harus menunjukkan dukungan perilaku untuk perubahan budaya. Eksekutif harus memimpin perubahan dengan merubah perilaku mereka. Ini sangat penting bagi para eksekutif untuk mendukung perubahan secara konsisten.
- Pelatihan: perubahan budaya tergantung pada perubahan perilaku. Anggota organisasi harus memahami dengan jelas apa yang diharapkan dari mereka, dan harus tahu bagaimana melakukan kebiasaan baru, setelah ditentukan. Training bisa jadi sangat berguna baik untuk mengkomunikasikan harapan dan mengajarkan kebiasaan baru .
Komponen penting lainnya dalam perubahan budaya organisasi adalah :
1.
Menciptakan pernyataan nilai dan kepercayaan: gunakan fokus karyawan
pada kelompok, dengan departemen untuk meletakkan misi, visi, dan
nilai-nilai kedalam kata-kata yang menyatakan pengaruh di masing-masing
pekerjaan karyawan. Untuk satu pekerjaan, karyawan menyatakan : "Saya
menghidupkan nilai kualitas perawatan pasien dengan mendengarkan dengan
penuh perhatian apa yang diucapkan pasien." Latihan ini akan memberikan
pemahaman umum terhadap budaya yang diinginkan yang sebenarnya
merefleksikan tindakan yang harus dipenuhi dalam pekerjaan mereka.
2.
Mempraktekkan komunikasi yang efektif: membuat semua karyawan
mendapatkan informasi terkait dengan proses perubahan budaya organisasi
memastikan akan komitmen dan keberhasilan. Dengan mengatakan pada
karyawan apa yang diharapkan dari mereka adalah penting untuk perubahan
budaya organisasi yang efektif.
3.
Review struktur organisasi: perubahan struktur organisasi secara fisik
untuk memenuhi keinginan budaya organisasi yang diperlukan. Misalnya,
dalam perusahaan kecil, empat unit bisnis yang berbeda berkompetisi
dalam hal produk, pelanggan, dan sumber dukungan internal, mungkin tidak
akan mendukung penciptaan budaya organisasi yang efektif. Unit-unit ini
seperti tidak mendukung kesuksean bisnis secara keseluruhan.
4.
Desain ulang pendekatan terhadap reward dan pengakuan: mengubah sistem
reward untuk mendorong perilaku penting yang diinginkan dalam budaya
organisasi.
5.
Review semua sistem kerja, seperti promosi karyawan, manajemen kinerja,
dan pemilihan karyawan untuk memastikan mereka sesuai dengan budaya
yang diinginkan. Misalnya, organisasi tidak bisa memberikan reward
kinerja individu jika persyaratan budaya organisasi menentapkan team
work. Bonus total eksekutif tidak bisa digunakan sebagai reward sasaran
departemennya tanpa mengenali pentingnya peran dia dalam tim eksekutif
untuk mencapai tujuan organisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar