Selasa, 20 September 2016

Manajemen Dalam Konteks Administrasi Publik

Manajemen Dalam Konteks Administrasi Publik 
Administrasi Publik memiliki peran yang penting dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan di berbagai negara. Peran penting administrasi publik adalah mewujudkan tujuan utama dibentuknya Negara yaitu kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam konteks Indonesia, tujuan negara adalah sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945 alinea iv.

Perjalanan penyelenggaraan Administrasi Publik sebagai alat pencapai tujuan utama negara yang demikian, telah mengalami berbagai macam perkembangan mulai dari sebelum lahirnya konsep Negara Bangsa sampai lahirnya ilmu modern Administrasi Publik yang hingga detik ini telah mengalami beberapa pergeseran paradigma, mulai model klasik yang berkembang dalam kurun waktu 1855/1887 sampai akhir 1980an. New Public Management (NPM) yang berkembang di tahun 1980an sampai pertengahan tahun 1990an; sampai paradigma Good Governance yang berkembang sejak pertengahan tahun 1990an hingga saat ini. Pergeseran paradigma Administrasi Publik membawa pengaruh terhadap penyelenggaraan peran Administrasi Publik yang berkaitan dengan pelaksanaan strategi, pengelolaan organisasi internal, dan interaksi antara aktor-aktor dalam Administrasi Publik. Pengaruh pergeseran paradigma Administrasi Publik terhadap aspek-aspek kehidupan negara tersebut akan sangat menentukan model dan ragam dalam penyelenggaraan Pemerintahan dari sebuah Negara, termasuk Indonesia yang pergeseran paradigma Administrasi Publik-nya dalam suatu kondisi dipengaruhi dan mempengaruhi system-sistem lainnya. Model Pemerintahan sangat ditentukan oleh bagaimana kondisi lokal di negara tersebut, artinya sejauhmana Administrasi Publik di Negara tersebut telah beradaptasi dengan perkembangan paradigma yang ada, dan sejauh mana adaptasi terhadap perkembangan paradigma tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan keadaan lokal, fenomena-fenomena dan permasalahan yang terdapat di Negara tersebut. 

Paradigma Administrasi Publik Klasik Dan Pergeserannya Menuju NPM
Administrasi Publik Klasik dikenal juga dengan sebutan Administrasi Negara Tradisional atau Lama. Paradigma ini merupakan paradigma yang berkembang pada awal kelahiran Ilmu Administrasi Publik. Tokoh paradigma ini adalah antara lain adalah pelopor berdirinya Ilmu Administrasi Publik Woodrow Wilson dengan karyanya “The Study of Administration”(1887) serta F.W. Taylor dengan bukunya “Principles of Scientific Management”

Dalam bukunya ”The Study of Administration”, Wilson berargumen mengenai empat konsep : (1) adanya pemisahan antara Politik dan Adminstrasi Publik; (2) perlunya mempertimbangkan aktivitas pemerintah dari perspektif bisnis; (3) analisis perbandingan antara organisasi politik dan privat melalui skema politik; serta (4) pencapaian manajemen yang efektif melalui pemberian pelatihan kepada pegawai negeri dan dengan memberi penilaian terhadap kualitas kinerja mereka. Wilson juga berpendapat bahwa problem utama yang dihadapi pemerintah eksekutif adalah rendahnya kapasitas administrasi. Untuk mengembangkan birokrasi pemerintah yang efektif dan efisien, diperlukan pembaharuan administrasi pemerintahan dengan jalan meningkatkan profesionalisme manajemen Administrasi Publik. Untuk itu, diperlukan ilmu yang diarahkan untuk melakukan reformasi birokrasi dengan mencetak aparatur publik yang profesional dan non-partisan. Karena itu, tema dominan dari pemikiran Wilson adalah aparat atau birokrasi yang netral dari politik. Administrasi negara harus didasarkan pada prinsip-prinsip manajemen ilmiah dan terpisah dari hiruk pikuk kepentingan politik. Inilah yang dikenal sebagai konsep dikotomi politik dan administrasi. Administrasi Publik merupakan pelaksanaan hukum publik secara detail dan terperinci, karena itu menjadi bidangnya birokrat tehnis. Sedang politik menjadi bidangnya politisi. Pemisahan antara politik dan Administrasi Publik ini menjadi subyek perdebatan hangat untuk jangka waktu yang lama. Perbedaan pandangan terhadap hal ini juga menjadi pembeda terhadap sejumlah pemikiran dalam Ilmu Administrasi Publik.

Diskusi tentang dikotomi Politik dan Administrasi Publik memiliki peranan penting karena turut memberi warna pada pemikiran tokoh Luther Gulick dan Lyndall Urwick. Gulick dan Urwick merupakan pendiri Ilmu Administrasi mengadopsi ide Henry Fayol kedalam teori komprehensif administrasi. Gulick dan Urwick yakin bahwa penadopsian ide Fayol yang menawarkan perlakuan secara sistematis dalam manajemen dapat diaplikasikan baik pada manajemen perusahaan maupun pada Ilmu Administrasi Publik. Menurut Gulick dan Urwick dua disiplin ilmu ini (Ilmu Manajemen dan Ilmu Administrasi Publik) tidak perlu dipisahkan menjadi disiplin ilmu yang berbeda tetapi disatukan menjadi sebuah ilmu tunggal dari administrasi yang akan melewati batas-batas antara sektor privat dan sektor publik. 

Administrasi Publik model klasik cenderung menggunakan pendekatan legalistic. Karena dalam pandangan klasik, Administrasi Publik dianggap sebagi perangkat Institusi NNegara, proses, prosedur, sistemdan struktur organisasi, serta praktek dan perilaku mengelola urusan-urusan publik. Administrasi Publik sebagi organisasi birokrasi bekerja malalui seperangkat aturan dengan legitimasi, delegasi, kewenangan rasional-legal, keahlian, adil, kontinu, cepat dan akurat, dapat diprediksi, berstandar, intregitas dan profesionalisme dalam rangka memuaskan kepentingan masayarakat umum (ESC-UN, 2004). Administrasi Publik sebagai sebuah instrument Negara diharapkan untuk menyediakan basis fundamental bagi perkembangan masyarakat dan menjamin rasa aman, termasuk menjamin kebebasan individu, perlindungan akan kehidupan dan kepemilikan, keadilan, perlindungan HAM, stabilitas, dan resolusi konflik secara damai baik dalm mengalokasikan atau mendistribusikan sumberdaya maupun dalam hal-hal lainnya (Economic and Social Council UN, 2004, 5). Inti dari pendekatan legalistik yang digunakan dalam Administrasi Publik Klasik adalah, efektifitas harus ada dalam administrasi publik untuk menjamin keberlanjutan aturan hukum.

Dalam administrasi publik model klasik menurut Stoker (2004), pemerintah memeiliki tugas kunci yaitu untuk menyampaikan sejumlah pelayanan publik serta menyediakan kesejahteraan. Tugas kunci ini dapat diserahkan kepaa aparat pemerintah dan politisi. Dalam menyediakan pelayanan sebagai wujud dari pelaksanaan tugas kuncinya, Administrasi Publik menunjukkan dominasinya sebagi aktor utama dan membiayainya dari hasil pemungutan pajak dan penggunaan dana-dana pemerintah lainnya. Ole karena itu, menurut Stoker, dominasi yang demikian dapat membuat penyediaan pelayanan tersebut menjadi tidak efisien khusunya apabila terjadi kesenjangan sumberdaya dan kapasitas dari administrasi publik manjadi tidak efektif (Stoker, 2004,20). Hal ini menjadi salah satu kritik terhadap Administrasi Publik Klasik.

Kritik lain terhadap Administrasi Publik klasik berkaitan dengan karakteristik dari Administrasi Publik klasik yang dianggap inter alia, red tape, lamban, tidak sensitive terhadap kebutuhan masyarakat, penggunaan sumberdaya publik yang sia-sia akibat hanya berfokus pada proses dan prosedur dibandingkan kepada hasil, sehingga pada akhirnya menyebabkan munculnya pandangan negatif dari masyarakat yang menganggap Administrasi Publik sebagai beban besar bagi para pembayar pajak (Economic and Social Council UN, 2004, 6). Kritk-kritik sebagaimana tersebut di atas kemudian menyebabkan dukungan bagi adanya Manajemen Publik baru (New Public Management).

New Public Management (NPM) meurut Stoker (2004) mawalnya membari penekanan tentang bagaimana menjaga biaya yang dikeluarkan dalam penyediaan pelayanan melalui disiplin manajemen yang lebih tangguh seperti melalui efisiensi tabungan, penggunaan target kinerja, serta penggunaan competitor untuk memilih penyedia jasa yang paling murah. Dalam pandangan sebagai akibat dari pertumbuhan orientasi konsumsi pemerintah dan perdebatan mengenai reinventing government menyebabkan munculnya kebutuhan akan daya tanggap dari Administrasi Publik dan pilihan yang lebih banyk akan penyadiaan pelayanan publik dibandingkan hanya focus terhadap penghematan biaya saja. Intinya, yang dimaksud dengan manajemen yang lebuh baik adalah apabila pelanggan ditempatkan sebagai focus utama perhatian (putting customers first).

Secara umum, New Public Management (NPM) muncul tahun 1980an dan menguat tahun 1990-an. New Public Management berusaha menggunakan pendekatan sektor swasta dan bisnis ke sektor publik. NPM berbasis pada beberapa teori, salah satunya adalah teori managerial movement. Managerial movement mendorong munculnya NPM berdasarkan pada keberhasilan sektor bisnis dan publik bergantung pada profesionalitas dan kualitas manajernya. Kemajuan dapat dicapai melalui produktivitas yang lebih besar, dan produktivitas ini dapat ditingkatkan melalui disiplin yang ditegakkan oleh para manajer yang berorientasi pada efisiensi dan produktivitas. NPM menggunakan mekanisme dan terminology pasar sehingga memandang hubungan antara badan publik dengan masyarakat sebagai layaknya transaksi penjual dan pembeli, atau layaknya sebagai consumer dan customer tidak sebagai patron dan clien sebagaimana yang dianut oleh paradigma sebelumnya yaitu old public administration. Dalam praktek NPM peran manajer publik ditantang untuk selalu melakukan inovasi dalam pencapaian tujuan. Manajer publik didesak untuk “mengarahkan bukannya mengayuh,” yang bermakna bahwa beban pelayanan publik tidak dijalankan sendiri tetapi sebisa mungkin didorong untuk dijalankan oleh pihak lain melalui mekanisme pasar.

New Public Management (NPM) muncul karena beberapa alasan, Owen E. Huges di tahun 1994 mengemukakan alasan munculnya NPM: kegagalan old public administration dalam mencapai efektifitas dan efisiensi sektor publik, sehingga perlu adanya perubahan menuju ke arah yang berorientasi dan memusatkan perhatian pada akuntabilitas manajer publik dan hasil (kinerja), adanya dorongan untuk berubah dari pemerintah yang kaku dan tertutup menuju pemerintah, kebijakan dan kepegawaian yang lebih fleksibel dan transparan. perlunya menetapkan tujuan organisasi secara jelas dan menetapkan tolak ukur keberhasilan melalui indikator kinerja, perlu adanya komitmen politik bagi administrator agar tidak semata-mata bersikap netral dan non-partisan, perlu adanya komitmen politik bagi administrator agar tidak semata-mata bersikap netral dan non-partisan, dan adanya kecenderungan untuk mereduksi peran pemerintah dengan melakukan kontrak dengan pihak lain dan privatisasi.

Selain Owen E. Huges, pendapat tentang alasan munculnya NPM dikemukakan olen Martin Minogue di tahun 2000: semakin membesarnya anggaran pemerintah yang mengakibatkan beban sosial sehingga perlu adanya perubahan untuk lebih efisien dan mengurangi peran pemerintah, rendahnya mutu pelayanan pemerintah pada masyarakat, dan adanya nilai ideologi yang bersifat kontradiktif terhadap perubahan paradigma pemerintahan yang membuka peluang bagi ditemukannya solusi untuk meningkatkan kinerja pemerintah dan mereduksi ukuran dan peran pemerintah.

Sedangkan tujuan dari NPM adalah: meningkatkan efektivitas, efisiensi dan ekonomisasi sektor publik, meningkatkan kualitas dan kuantitas out put sektor publik dan orientasi pemerintahan yang berdaya hasil; memusatkan perhatian pada akuntabilitas kepada pelanggan dan kinerja tinggi, restrukturisasi badan-badan publik, mendefinisi ulang misi organisasi, menyederhanakan proses administrasi, dan mendesentralisasi pembuatan keputusan.

Penerapan new public management dapat dilihat dari sepuluh prinsip “reinventing government” karya Osborne & Gaebler (1992) yang diterapkan di AS. Prinsip-prinsip tersebut adalah: catalytic government: steering rather than rowing (pemerintah hanya katalis yang mengarahkan dan bukan melaksanakan), community-owned government: empowering rather than serving (pemerintahan adalah milik rakyat, pemerintah memberdayakan masyarakat), competitive government: injecting competition into service delivery (pemerintahan yang kompetitif, mendorong kompetisi dalam pelayanan), mission-driven government: transforming rule-driven organizations (pemerintahan yang digerakkan oleh misi), results-oriented government: funding outcomes not inputs (pemerintah yang berorientasi hasil), customer-driven government: meeting the needs of the customer not the bureaucracy (pemerintahan yang berorientasi pelanggan bukan birokrasi), entreprising government: earning rather than spending (pemerintahan yang memiliki semangat wirausaha), anticipatory government: prevention rather than cure (pemerintahan yang antisipatif), decentralized government: from hierarchy to participation and team work (pemerintahan yang desentalisasi), market-oriented government:leveraging change through the market (pemerintahan yang berorientasi pasar dan mendongkrak perubahan melalui pasar).

Setelah menelaah sedikit bagaimana penekanan Administrasi Publik klasik dan isu-isu apa yang ada di dalamnya, kemudian berkaca dari itu muncullah suatu paradigma baru sebagai suatu reformasi administrasi publik yang diterapkan berangkat dari kesadaran tentang pentingnya kualitas manajemen dalam lingkungan administrasi di mana roda administrasi dijalankan. Dengan kata lain, penciptaan dan pemantapan Total Quality Management yang dalam penerapannya mencakup beberapa hal sebagai berikut: 
  • fokus perhatian adalah pada kepuasan pelanggan 
  • perbaikan dilaksanakan secara terusmenerus
  • peningkatan mutu atas segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan oleh organisasi 
  • adanya pengukuran yang disertai alat ukur yang jelas 
  • pemberdayaan sumber daya manusia yang harus dilakukan secara terusmenerus sesuai dengan fenomena yang berkembang di lingkungan organisasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar