Manajemen Dalam Konteks Administrasi Publik
Administrasi
Publik memiliki peran yang penting dalam konteks penyelenggaraan
pemerintahan di berbagai negara. Peran penting administrasi publik
adalah mewujudkan tujuan utama dibentuknya Negara yaitu kesejahteraan
seluruh rakyat. Dalam konteks Indonesia, tujuan negara adalah
sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945 alinea iv.
Perjalanan
penyelenggaraan Administrasi Publik sebagai alat pencapai tujuan utama
negara yang demikian, telah mengalami berbagai macam perkembangan mulai
dari sebelum lahirnya konsep Negara Bangsa sampai lahirnya ilmu modern
Administrasi Publik yang hingga detik ini telah mengalami beberapa
pergeseran paradigma, mulai model klasik yang berkembang dalam kurun
waktu 1855/1887 sampai akhir 1980an. New Public Management (NPM) yang
berkembang di tahun 1980an sampai pertengahan tahun 1990an; sampai
paradigma Good Governance yang berkembang sejak pertengahan tahun 1990an
hingga saat ini. Pergeseran paradigma Administrasi Publik membawa
pengaruh terhadap penyelenggaraan peran Administrasi Publik yang
berkaitan dengan pelaksanaan strategi, pengelolaan organisasi internal,
dan interaksi antara aktor-aktor dalam Administrasi Publik. Pengaruh
pergeseran paradigma Administrasi Publik terhadap aspek-aspek kehidupan
negara tersebut akan sangat menentukan model dan ragam dalam
penyelenggaraan Pemerintahan dari sebuah Negara, termasuk Indonesia yang
pergeseran paradigma Administrasi Publik-nya dalam suatu kondisi
dipengaruhi dan mempengaruhi system-sistem lainnya. Model Pemerintahan
sangat ditentukan oleh bagaimana kondisi lokal di negara tersebut,
artinya sejauhmana Administrasi Publik di Negara tersebut telah
beradaptasi dengan perkembangan paradigma yang ada, dan sejauh mana
adaptasi terhadap perkembangan paradigma tersebut dilakukan dengan tetap
memperhatikan keadaan lokal, fenomena-fenomena dan permasalahan yang
terdapat di Negara tersebut.
Paradigma Administrasi Publik Klasik Dan Pergeserannya Menuju NPM
Administrasi
Publik Klasik dikenal juga dengan sebutan Administrasi Negara
Tradisional atau Lama. Paradigma ini merupakan paradigma yang berkembang
pada awal kelahiran Ilmu Administrasi Publik. Tokoh paradigma ini
adalah antara lain adalah pelopor berdirinya Ilmu Administrasi Publik
Woodrow Wilson dengan karyanya “The Study of Administration”(1887) serta F.W. Taylor dengan bukunya “Principles of Scientific Management”
Dalam
bukunya ”The Study of Administration”, Wilson berargumen mengenai empat
konsep : (1) adanya pemisahan antara Politik dan Adminstrasi Publik;
(2) perlunya mempertimbangkan aktivitas pemerintah dari perspektif
bisnis; (3) analisis perbandingan antara organisasi politik dan privat
melalui skema politik; serta (4) pencapaian manajemen yang efektif
melalui pemberian pelatihan kepada pegawai negeri dan dengan memberi
penilaian terhadap kualitas kinerja mereka. Wilson juga berpendapat
bahwa problem utama yang dihadapi pemerintah eksekutif adalah rendahnya
kapasitas administrasi. Untuk mengembangkan birokrasi pemerintah yang
efektif dan efisien, diperlukan pembaharuan administrasi pemerintahan
dengan jalan meningkatkan profesionalisme manajemen Administrasi Publik.
Untuk itu, diperlukan ilmu yang diarahkan untuk melakukan reformasi
birokrasi dengan mencetak aparatur publik yang profesional dan
non-partisan. Karena itu, tema dominan dari pemikiran Wilson adalah
aparat atau birokrasi yang netral dari politik. Administrasi negara
harus didasarkan pada prinsip-prinsip manajemen ilmiah dan terpisah dari
hiruk pikuk kepentingan politik. Inilah yang dikenal sebagai konsep
dikotomi politik dan administrasi. Administrasi Publik merupakan
pelaksanaan hukum publik secara detail dan terperinci, karena itu
menjadi bidangnya birokrat tehnis. Sedang politik menjadi bidangnya
politisi. Pemisahan antara politik dan Administrasi Publik ini menjadi
subyek perdebatan hangat untuk jangka waktu yang lama. Perbedaan
pandangan terhadap hal ini juga menjadi pembeda terhadap sejumlah
pemikiran dalam Ilmu Administrasi Publik.
Diskusi
tentang dikotomi Politik dan Administrasi Publik memiliki peranan
penting karena turut memberi warna pada pemikiran tokoh Luther Gulick
dan Lyndall Urwick. Gulick dan Urwick merupakan pendiri Ilmu
Administrasi mengadopsi ide Henry Fayol kedalam teori komprehensif
administrasi. Gulick dan Urwick yakin bahwa penadopsian ide Fayol yang
menawarkan perlakuan secara sistematis dalam manajemen dapat
diaplikasikan baik pada manajemen perusahaan maupun pada Ilmu
Administrasi Publik. Menurut Gulick dan Urwick dua disiplin ilmu ini
(Ilmu Manajemen dan Ilmu Administrasi Publik) tidak perlu dipisahkan
menjadi disiplin ilmu yang berbeda tetapi disatukan menjadi sebuah ilmu
tunggal dari administrasi yang akan melewati batas-batas antara sektor
privat dan sektor publik.
Administrasi
Publik model klasik cenderung menggunakan pendekatan legalistic. Karena
dalam pandangan klasik, Administrasi Publik dianggap sebagi perangkat
Institusi NNegara, proses, prosedur, sistemdan struktur organisasi,
serta praktek dan perilaku mengelola urusan-urusan publik. Administrasi
Publik sebagi organisasi birokrasi bekerja malalui seperangkat aturan
dengan legitimasi, delegasi, kewenangan rasional-legal, keahlian, adil,
kontinu, cepat dan akurat, dapat diprediksi, berstandar, intregitas dan
profesionalisme dalam rangka memuaskan kepentingan masayarakat umum
(ESC-UN, 2004). Administrasi Publik sebagai sebuah instrument Negara
diharapkan untuk menyediakan basis fundamental bagi perkembangan
masyarakat dan menjamin rasa aman, termasuk menjamin kebebasan individu,
perlindungan akan kehidupan dan kepemilikan, keadilan, perlindungan
HAM, stabilitas, dan resolusi konflik secara damai baik dalm
mengalokasikan atau mendistribusikan sumberdaya maupun dalam hal-hal
lainnya (Economic and Social Council UN, 2004, 5). Inti dari pendekatan
legalistik yang digunakan dalam Administrasi Publik Klasik adalah,
efektifitas harus ada dalam administrasi publik untuk menjamin
keberlanjutan aturan hukum.
Dalam
administrasi publik model klasik menurut Stoker (2004), pemerintah
memeiliki tugas kunci yaitu untuk menyampaikan sejumlah pelayanan publik
serta menyediakan kesejahteraan. Tugas kunci ini dapat diserahkan kepaa
aparat pemerintah dan politisi. Dalam menyediakan pelayanan sebagai
wujud dari pelaksanaan tugas kuncinya, Administrasi Publik menunjukkan
dominasinya sebagi aktor utama dan membiayainya dari hasil pemungutan
pajak dan penggunaan dana-dana pemerintah lainnya. Ole karena itu,
menurut Stoker, dominasi yang demikian dapat membuat penyediaan
pelayanan tersebut menjadi tidak efisien khusunya apabila terjadi
kesenjangan sumberdaya dan kapasitas dari administrasi publik manjadi
tidak efektif (Stoker, 2004,20). Hal ini menjadi salah satu kritik
terhadap Administrasi Publik Klasik.
Kritik
lain terhadap Administrasi Publik klasik berkaitan dengan karakteristik
dari Administrasi Publik klasik yang dianggap inter alia, red tape,
lamban, tidak sensitive terhadap kebutuhan masyarakat, penggunaan
sumberdaya publik yang sia-sia akibat hanya berfokus pada proses dan
prosedur dibandingkan kepada hasil, sehingga pada akhirnya menyebabkan
munculnya pandangan negatif dari masyarakat yang menganggap Administrasi
Publik sebagai beban besar bagi para pembayar pajak (Economic and
Social Council UN, 2004, 6). Kritk-kritik sebagaimana tersebut di atas
kemudian menyebabkan dukungan bagi adanya Manajemen Publik baru (New
Public Management).
New
Public Management (NPM) meurut Stoker (2004) mawalnya membari penekanan
tentang bagaimana menjaga biaya yang dikeluarkan dalam penyediaan
pelayanan melalui disiplin manajemen yang lebih tangguh seperti melalui
efisiensi tabungan, penggunaan target kinerja, serta penggunaan
competitor untuk memilih penyedia jasa yang paling murah. Dalam
pandangan sebagai akibat dari pertumbuhan orientasi konsumsi pemerintah
dan perdebatan mengenai reinventing government menyebabkan munculnya
kebutuhan akan daya tanggap dari Administrasi Publik dan pilihan yang
lebih banyk akan penyadiaan pelayanan publik dibandingkan hanya focus
terhadap penghematan biaya saja. Intinya, yang dimaksud dengan manajemen
yang lebuh baik adalah apabila pelanggan ditempatkan sebagai focus
utama perhatian (putting customers first).
Secara
umum, New Public Management (NPM) muncul tahun 1980an dan menguat tahun
1990-an. New Public Management berusaha menggunakan pendekatan sektor
swasta dan bisnis ke sektor publik. NPM berbasis pada beberapa teori,
salah satunya adalah teori managerial movement. Managerial movement
mendorong munculnya NPM berdasarkan pada keberhasilan sektor bisnis dan
publik bergantung pada profesionalitas dan kualitas manajernya. Kemajuan
dapat dicapai melalui produktivitas yang lebih besar, dan produktivitas
ini dapat ditingkatkan melalui disiplin yang ditegakkan oleh para
manajer yang berorientasi pada efisiensi dan produktivitas. NPM
menggunakan mekanisme dan terminology pasar sehingga memandang hubungan
antara badan publik dengan masyarakat sebagai layaknya transaksi penjual
dan pembeli, atau layaknya sebagai consumer dan customer tidak sebagai
patron dan clien sebagaimana yang dianut oleh paradigma sebelumnya yaitu
old public administration. Dalam praktek NPM peran manajer publik
ditantang untuk selalu melakukan inovasi dalam pencapaian tujuan.
Manajer publik didesak untuk “mengarahkan bukannya mengayuh,” yang
bermakna bahwa beban pelayanan publik tidak dijalankan sendiri tetapi
sebisa mungkin didorong untuk dijalankan oleh pihak lain melalui
mekanisme pasar.
New
Public Management (NPM) muncul karena beberapa alasan, Owen E. Huges di
tahun 1994 mengemukakan alasan munculnya NPM: kegagalan old public
administration dalam mencapai efektifitas dan efisiensi sektor publik,
sehingga perlu adanya perubahan menuju ke arah yang berorientasi dan
memusatkan perhatian pada akuntabilitas manajer publik dan hasil
(kinerja), adanya dorongan untuk berubah dari pemerintah yang kaku dan
tertutup menuju pemerintah, kebijakan dan kepegawaian yang lebih
fleksibel dan transparan. perlunya menetapkan tujuan organisasi secara
jelas dan menetapkan tolak ukur keberhasilan melalui indikator kinerja,
perlu adanya komitmen politik bagi administrator agar tidak semata-mata
bersikap netral dan non-partisan, perlu adanya komitmen politik bagi
administrator agar tidak semata-mata bersikap netral dan non-partisan,
dan adanya kecenderungan untuk mereduksi peran pemerintah dengan
melakukan kontrak dengan pihak lain dan privatisasi.
Selain
Owen E. Huges, pendapat tentang alasan munculnya NPM dikemukakan olen
Martin Minogue di tahun 2000: semakin membesarnya anggaran pemerintah
yang mengakibatkan beban sosial sehingga perlu adanya perubahan untuk
lebih efisien dan mengurangi peran pemerintah, rendahnya mutu pelayanan
pemerintah pada masyarakat, dan adanya nilai ideologi yang bersifat
kontradiktif terhadap perubahan paradigma pemerintahan yang membuka
peluang bagi ditemukannya solusi untuk meningkatkan kinerja pemerintah
dan mereduksi ukuran dan peran pemerintah.
Sedangkan
tujuan dari NPM adalah: meningkatkan efektivitas, efisiensi dan
ekonomisasi sektor publik, meningkatkan kualitas dan kuantitas out put
sektor publik dan orientasi pemerintahan yang berdaya hasil; memusatkan
perhatian pada akuntabilitas kepada pelanggan dan kinerja tinggi,
restrukturisasi badan-badan publik, mendefinisi ulang misi organisasi,
menyederhanakan proses administrasi, dan mendesentralisasi pembuatan
keputusan.
Penerapan
new public management dapat dilihat dari sepuluh prinsip “reinventing
government” karya Osborne & Gaebler (1992) yang diterapkan di AS.
Prinsip-prinsip tersebut adalah: catalytic government: steering rather
than rowing (pemerintah hanya katalis yang mengarahkan dan bukan
melaksanakan), community-owned government: empowering rather than
serving (pemerintahan adalah milik rakyat, pemerintah memberdayakan
masyarakat), competitive government: injecting competition into service
delivery (pemerintahan yang kompetitif, mendorong kompetisi dalam
pelayanan), mission-driven government: transforming rule-driven
organizations (pemerintahan yang digerakkan oleh misi), results-oriented
government: funding outcomes not inputs (pemerintah yang berorientasi
hasil), customer-driven government: meeting the needs of the customer
not the bureaucracy (pemerintahan yang berorientasi pelanggan bukan
birokrasi), entreprising government: earning rather than spending
(pemerintahan yang memiliki semangat wirausaha), anticipatory
government: prevention rather than cure (pemerintahan yang antisipatif),
decentralized government: from hierarchy to participation and team work
(pemerintahan yang desentalisasi), market-oriented
government:leveraging change through the market (pemerintahan yang
berorientasi pasar dan mendongkrak perubahan melalui pasar).
Setelah
menelaah sedikit bagaimana penekanan Administrasi Publik klasik dan
isu-isu apa yang ada di dalamnya, kemudian berkaca dari itu muncullah
suatu paradigma baru sebagai suatu reformasi administrasi publik yang
diterapkan berangkat dari kesadaran tentang pentingnya kualitas
manajemen dalam lingkungan administrasi di mana roda administrasi
dijalankan. Dengan kata lain, penciptaan dan pemantapan Total Quality
Management yang dalam penerapannya mencakup beberapa hal sebagai
berikut:
- fokus perhatian adalah pada kepuasan pelanggan
- perbaikan dilaksanakan secara terusmenerus
- peningkatan mutu atas segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan oleh organisasi
- adanya pengukuran yang disertai alat ukur yang jelas
- pemberdayaan sumber daya manusia yang harus dilakukan secara terusmenerus sesuai dengan fenomena yang berkembang di lingkungan organisasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar