Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Uang (Deman For Money)
Uang
merupakan hal yang menarik untuk dibicarakan, karena uang merupakan
salah satu sendi dalam kehidupan manusia. Mulai dari anak-anak sampai
orang tua mereka membutuhkan uang dalam kegiatan mereka baik itu
bersifat konsumtif mislanya membeli keperluan sehari-hari maupun untuk
kebutuhan spekulasi yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dengan
membeli surat-surat berharga atau obligasi dengan harapan harga jual
dari surat berharga dan obligasi yang dimiliki lebih tinggi dari harga
beli.
Dalam
perekonomian suatu negara atau wilayah uang sangat mempunyai peranan
yang sangat penting khususnya dalam bidang perekonomian. Bagi
perekonomian uang seperti darah yang mengalir dalam tubuh manusia ketika
terhambat maka fungsi organ tubuh tidak akan berjalan sebagai mana
mestinya dan manusia akan menjadi sakit karenanya. Sama halnya dengan
uang, posisinya harus selalu berputar dalam suatu roda perekonomian
apabila terhambat maka perekonomian akan menjadi sakit. Oleh karena itu
untuk menjalankan fungsi uang sebagaimana mestinya diperlukan suatu
kebijakan oleh Bank Indonesia dengan otoritas moneternya.
Dalam
perputaran uang di suatu wilayah selain variabel makro, lembaga juga
mempunyai peranan yang kuat untuk masyarakat dalam melakukan kegiatan
ekonomi. Lembaga yang dimaksud dalam hal ini seperti Bank Indonesia (BI)
yang mempunyai otoritas moneter untuk menentukan kebijakan dalam
kondisi ekonomi suatu wilayah, ada juga bank umum yang menjalankan
perannya dalam tingkat suku bunga untuk ditawarkan kepada masyarakat
dimana masyarkat yang tergolong dalam lembaga masyarakat nantinya yang
juga akan ikut menentukan kondisi perputaran uang dengan ekspektasi dan
konsumsi yang mereka lakukan.
Salah
seorang pemikir besar yang menyumbangkan pemikirannya dalam teori
moneter adalah Keynes yang berpandangan tentang uang sebagai alat
penyimpan nilai. Pandangan ini menyebabkan perlunya analisis tentang
pasar uang dengan penawaran uang. Pasar uang, memberikan gambaran
tentang perkembangan kelangkaan uang. Perkembangan tingkat kelangkaan
uang ditunjukkan dari perkembangan tingkat harga yang terbentuk melalui
mekanisme pasar, sedangkan harga dari uang adalah tingkat bunga. Jika
tingkat bunga semakin tinggi, maka uang semakin mahal, berarti uang
semakin langka, begitu juga sebaliknya.
Dari
teori ini dapat dilihat suatu hubungan antara sektor moneter dengan
sektor riil. Tingkat bunga yang terbentuk disektor moneter (pasar uang)
akan mempengaruhi perilaku disektor riil, khususnya investasi. Sebagai
contoh, bila tingkat bunga makin tinggi, permintaan investasi akan
menurun, yang juga akan menurunkan tingkat output keseimbangan. Jadi
keseimbangan di pasar uang berkaitan dengan pasar barang dan jasa.
Pada
saat output nasional bertambah banyak, maka permintaan akan uang untuk
kebutuhan transaksi juga akan meningkat. Masyarakat cenderung untuk
menjaga nilai beli dari uang yang dipegangnya, agar uang yang dipegang
cukup memadai untuk menyelesaikan transaksi-transaksi yang dilakukannya.
Jumlah
uang beredar di Sulawesi Selatan selama 2001-2010 memperlihatkan
fenomena yang terus berkembang baik itu uang beredar dalam arti sempit
(M1) yang terdiri dari uang kartal dan uang giral, maupun uang beredar
dalam arti luas (M2) yang merupakan penjumlahan M1 dengan uang kuasi.
Hal ini dapat dilihat pada Grafik
Grafik Perkembangan Jumlah Uang Beredar di Sulawesi Selatan Tahun 2001-2020 (Dalam Milyar Rupiah)
Sumber : Data diolah
Terlihat
jelas dari grafik bahwa permintaan uang di Sulawesi Selatan terus
meningkat terutama di tahun 2006, untuk uang kuasi sendiri
peningkatannya cukup pesat sekitar 20,83% yaitu dari Rp. 16,63 trilyun
menjadi Rp. 19,65 trilyun. Kenaikan angka tersebut dapat dikatakan bahwa
tingkat likuiditas cukup untuk memenuhi kebutuhan perekonomian di
wilayah Sulawesi Selatan. Berdasarkan data yang di tampilkan oleh Bank
Indonesia kenaikan permintaan uang tersebut diakibatkan oleh
meningkatnya jumlah jaringan kantor bank yang melayani kebutuhan
masyarakat yaitu dari 579 kantor bank menjadi 590 kantor bank.
Di
tahun berikutnya hanya terjadi sedikit saja perbedaan, dimana
permintaan uang cenderung meningkat yang disebabkan oleh ekspektasi dari
masyarakat terhadap inflasi yang tinggi terutama untuk bahan-bahan
pokok baru. Demikian pula di tahun-tahun berikutnya yang terus
mengalami peningkatan.
Berdasarkan
teori yang ada, JUB sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Dimana
peningkatan jumlah uang beredar akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan
sebaliknya pertumbuhan ekonomi dapat mempengaruhi JUB sebab peningkatan
pendapatan akan mendorong peningkatan permintaan uang.
Grafik Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Tahun 2001-2010
Sumber : Data diolah
Pada
Grafik dapat dilihat pertumbuhan ekonomi Sulawesi-Selatan pada Tahun
2001-2010 mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun hal ini disebabkan
karena tingkat konsumsi masyarakat juga tiap tahunnya mengalami
peningkatan. Bukan hanya itu penggunaan akan uang yang dimiliki
masyarakat juga sudah mulai bervariasi bukan hanya untuk bertransaksi,
tapi juga untuk investasi, tabungan dan belanja modal lainnya. Perilaku
ini secara langsung berpengaruh pada tingkat pendapatan Provinsi
Selawesi Selatan. Sehingga, berdasarkan sumber data yang didapat Jumlah
Uang Beredar dan Pendapatan dapat di katakan signifikan karena
pertumbuhannya saling beriringan ke atas.
Selain
tingkat pendapatan, tingkat suku bunga juga sangat berpengaruh terhadap
permintaan uang. Suku bunga merupakan salah satu faktor yang paling
penting dalam perekonomian suatu wilayah karena sangat berpengaruh
terhadap kesehatan perekonomian. Hal ini tidak hanya mempengaruhi
keinginan konsumen untuk membelanjakan ataupun menabungkan uangnya
tetapi juga mempengaruhi dunia usaha dalam mengambil keputusan. Oleh
kerena itu tingkat suku bunga mempunyai pengaruh yang sangat luas, baik
pada sektor moneter maupun juga pada sektor riil.
Suku
bunga sangat erat kaitannya dengan tingkat laju inflasi, karena tingkat
inflasi ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran terhadap
barang dan jasa yang mencerminkan para pelaku pasar dan masyarakat.
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat tersebut adalah
ekspektasi terhadap laju inflasi dimasa yang akan datang. Ekspektasi
laju infasi yang tinggi akan mendorong masyarakat untuk mengalihkan aset
finansial yang dimilikinya menjadi aset riil seperti, tanah, rumah, dan
barang-barang konsumsi lainnya. Begitu juga sebaliknya ekspektasi laju
inflasi yang rendah akan memberikan insentif terhadap masyarakat untuk
menabung serta melakukan investasi pada sektor-sektor produktif.
Konsep dan Pengertian
Bank
Indonesia membedakan jumlah uang beredar kedalam dua bagaian yaitu JUB
dalam arti sempit dan JUB dalam arti luas. JUB dalam arti sempit (M1),
yaitu kewajiban sistem moneter yang terdiri dari uang kartal dan uang
giral. Uang kartal adalah uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan
dan diedarkan oleh Bank Indonesia dan digunakan sebagai alat pembayaran
yang sah di wilayah Republik Indonesia sedangkan Munurut UU No. 7
tentang Perbankan tahun 1992, defenisi uang giral adalah tagihan yang
ada di bank umum, yang dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat
pembayaran. Bentuk uang giral dapat berupa cek, giro, atau telegrafic
transfer.
JUB
dalam arti luas (M2), yaitu kewajiaban sistem moneter yang terdiri dari
M1 dan uang kuasi. Uang kuasi adalah aset yang dapat digunakan secara
cepat. Uang kuasi terdiri dari deposito, tabungan dan simpanan valas
milik swasta domestik.
Dari
kedua defenisi JUB yang dikemukakan oleh Bank Indonesia tersebut
diatas, terlihat bahwa komponen M1 merupakan komponen yang paling
likuid, karena proses penciptaannya menjadi uang kas begitu cepat dan
tidak mengalami perubahan atau kerugian nilai. Sedangkan M2 mempunyai
tingkat likuiditas yang paling rendah, karena proses pencariannya
memerlukan jangka waktu tertentu .
Dalam
bidang ekonomi mengartikan jumlah uang beredar (JUB) adalah uang yang
beredar ditangan masyarakat. Defenisi ini terus berkembang dari waktu ke
waktu seiring dengan perkembangan perekonomian disuatu negara. Konteks
perekonomian negara maju cara perhitungannya dapat berbeda dengan negara
sedang berkembang. Umumnya cakupan defenisi JUB di negara maju lebih
luas dan kompleks dibanding di negara sedang berkembang.
Secara
umum dua defenisi JUB yang banyak digunakan yaitu : pendekatan
transaksi yang memandang JUB adalah jumlah uang yang dibutuhkan untuk
keperluan transakasi. Pendekatan ini banyak digunakan untuk menghitung
JUB dalam arti sempit yang dikenal sebagai M1. Definisi lain didasarkan
pada pendekatan likuiditas yang memandang JUB adalah jumlah uang untuk
kebutuhan transaksi di tambah uang kuasi. Pendekatan ini digunakan untuk
menghitung jumlah uang beredar dalam arti luas yang dikenal sebagai M2.
Jumlah
uang beredar juga didefenisikan oleh beberapa orang yang mengatakan
bahwa JUB merupakan tagihan masyarakat terhadapa sektor perbankan dan
terbatas pada jumlah antara uang kartal dan uang giral ( Anton : 1991).
Pengertian JUB lainnya adalah semua uang giral (demand deposit), tagihan
pada bank umum, seluruh uang kertas dan uang logam (currency) yang
dipegang oleh masyarakat yang ada diluar bank umum dan bank sentral (
Manullang : 1983).
Selain
M1 dan M2 juga ada yang disebut dengan M0 atau yang biasa disebut
dengan uang inti, uang primer, reserve money, high power money, atau
monetary base yang merupakan kewajiban dari otoritas moneter yang
terdiri dari uang kertas dan uang logam yang berada diluar Bank
Indonesia, serta simpanan Giro Bank Umum dan sektor swasta domestik
(penduduk) pada Bank Indonesia.
Teori Permintaan Uang.
Pada
umunya pandangan teori permintaan uang dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu
teori-teori yang didasarkan pada ; (1) pandangan klasik, (2) teori
permintaan uang Keynes, dan (3) teori kuantitas modern.
Pendekatan
teori klasik oleh para ekonom beraliran klasik yang beranggapan bahwa
permintaan uang murni didasarkan pada kebutuhan untuk melakukan
transaksi (transaction view of money demand). Dari teori ini melahirkan
kesimpulan bahwa permintaan uang untuk kebutuhan transaksi sangat
tergantung pada tingkat pendapatan.
Dan
kemudian oleh John Maynard Keynes domodifikasi dengan mengatakan bahwa
terdapat biaya yang ditanggung oleh masyarakat dalam memegang uang.
Biaya yang dimaksud dapat berupa biaya langsung (direct cost) dan biaya
tidak langsung (undirect cost).
Dijelaskan
didalamnya bahwa biaya langsung dari memegang uang adalah pembayaran
dengan nominal atau persentase tertentu dari nilai durable deposits yang
dimiliki oleh seseorang sedangkan biaya tidak langsung merupakan
opportunity cost dari memegang uang. Opportunity cost itu sendiri adalah
biaya yang timbul dari berbagai alternatif pengalokasian aset, atau
dengan kata lain terdapat potensi kehilangan pendapatan bunga jika
seseorang menetapkan salah satu bentuk kekeyaan (Asset). Fakta diatas
yang kemudian mendasari pandangan Keynes bahwa semakin tinggi tingkat
bunga maka semakin rendah permintaan uang.
Pendekatan
yang ketiga adalah modern quantity theory of money yang dipopulerkan
oleh Milton Friedmen. Teori kuantitas modern menggabungkan antara
pandangan klasik (Calssical view) dengan pandangan Keynes (Keynes’s
view) dari permintaan uang.
Ketiga pendekatan di atas akan dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut :
Teori Kuantitas Sederhana (The Simple Quantity Theory)
Teori
kuantitas sederhana beranggapan bahwa motivasi utama masyarakat dalam
memegang uang yaitu untuk keperluan transaksi. Teori ini didasarkan pada
equation of exchange, identitas yang menghubungkan antara pengeluaran
agregat dengan persediaan uang (Jansen : 2002).
Fisher
berpendapat bahwa permintaan uang akan timbul dari penggunaan uang
dalam proses transaksi, dimana setiap perekonomian ketika sesuai tahap
pertumbuhannya akan memiliki sistem kelembagaan tersendiri yang
menentukan sifat proses transaksi tersebut. Sistem ini mencakup beberapa
faktor misalnya tingkat dari sektor-sektor ekonomi, keredit
perdagangan, perbaikan dalam komunikasi, dan sistem jaringan perbankan.
Seperti
yang dijelaskan di atas besar kecilnya perputaran uang transaksi
ditentukan dari proses transaksi yang berlaku di masyarakat. Faktor
kelembagaan, utamanya mekanisme pembayaran yang digunakan (tunai atau
cek) akan mengalami perubahan secraa gradual dalam jangka panjang,
sedangakan dalam jangka pendek kebutuhan akan uang relatif terhadap
volume transaksi bisa dianggap konstan. Demikian pula volume transaksi
relatif terhadap output masyarakat bisa dianggap mempunyai proporsi yang
konstan dalam jangka pendek.
Teori Cambridge (Marshall-Pigou)
Teori
Cambridge befokus pada fungsi uang sebagai alat tukar umum. Oleh karena
itu, teori-teori klasik ini melihat permintaan uang dari masyarakat
sebagai kebutuhan akan alat likuid untuk tujuan transaksi.
Ketika
Fisher mengatakan permintaan uang semata-mata merupakan proporsi
konstan dari volume transaksi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
kelembagaan yang konstan. Cambridge justru berpendepat faktor-faktor
perilaku (pertimbangan untung rugi) yang menghubungkan antara permintaan
uang seseorang dengan volume transaksi yang direncanakannya. Atau
dengan kata lain, Fisher memandang velocity uang konstan sedangakan
Cambridge tidak.
Menurut
teori Cambridge, permintaan uang selain dipengaruhi oleh volume
transaksi dan faktor-faktor kelembagaan, juga dipengaruhi oleh bunga,
dan ekspektasi masyarakat terhadap kondisi yang akan datang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan uang seseorang dengan
demikian juga akan mempengaruhi permintaan uang masyarakat secara
keseluruhan. Kemudian Pigou melakukan berbagai penyederhanaan dimana
variabel-variabel yang mempengaruhi permintaan uang dalam jangaka pendek
dianggap konstan.
Teori
Cambridge menganggap bahwa permintaan uang adalah proporsional dengan
tingkat pendapatan nasional (ceteris paribus). Dalam hal ini dia tidak
menutup kemungkinan bahwa faktor-faktor seperti tingkat suku bunga dan
ekspektasi berubah walaupun dalam jangka pendek.
Teori Uang dari Keynes
Ketika
ekonomi klasik cenderung menekankan penggunaan uang dalam melakukan
transaksi, Keynes mengidentifikasikan tiga motif memegang uang yaitu :
motif bertransaksi, motif berjaga-jaga, dan motif berspekulasi. Seperti
ekonom klasik, Keynes memandang memegang uang untuk transaksi
proporsional dengan pendapatan.
Keynes
juga sependapat dengan pemikiran Cambridge, dimana orang memegang uang
untuk melancarkan proses transaksi yang dilakukan, dan permintaan uang
masyarakat untuk tujuan ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan
nasional, semakin besar tingkat transaksi, maka semain besar pula jumlah
uang yang diminta masyarakat untuk transaksi.
Selain
itu, Keynes juga berpendapat bahwa permintaan uang untuk transaksi ini
pun bukan merupakan suatu proporsi yang konstan, tapi juga dipengaruhi
oleh tinggi rendahnya tingkat bunga. Hanya saja faktor bunga dalam
permintaan uang untuk transaksi ini tidak terlalu ditekankan, salah satu
sebabnya adalah karena dia ingin menekankan permintaan uang untuk
tujuan lain, yaitu tujuan spekulasi. Motif memegang uang untuk tujuan
spekulasi terutama ditujukan untuk mendapatkan keuntungan.
Keynes
membatasi keadaan dimana pemilik kekayaan bisa memilih memegang
kekayaanya dalam bentuk tunai atau obligasi. Uang tunai dianggap tidak
memberikan penghasilan, sedang obligasi dianggap memberikan penghasilan
berupa sejumlah uang tertentu setiap periodenya.
Teori Transaksi dari Permintaan Uang
Teori
permintaan uang yang menekankan peran uang sebagai media pertukaran
disebut teori transaksi (transaction theories). Teori ini menyatakan
bahwa uang adalah aset yang didominasi dan menekankan bahwa orang
memegang uang tidak seperti aset-aset lainnya, tapi untuk melakukan
pembelian. Teori ini menjelaskan mengapa orang memegang uang dalam arti
sempit (M1), seperti mata uang dan rekening cek, sebagai lawan dari
memegang aset yang mendominasinya, seperti rekening tabungan dan
Treasury bills.
Teori
dari transaksi permintaan uang bermacam-macam, bergantung bagaimana
orang memodelkan proses menghasilkan uang untuk melakukan transaksi.
Seluruh teori ini mengasumsikan bahwa uang mempunyai biaya dari menerima
tingkat pengambilan yang rendah dan manfaat yang membuat transaksi
lebih aman. Orang-orang memutuskan berapa banyak uang yang akan dipegang
dalam men-trade-off-kan biaya dan manfaat ini.
Pengembangan
lebih lanjut dari teori transaksi dari permintaan uang adalah model
menejemen kas Baumol-Tobin (the inventory approach to money demand),
teori portofolio dari permintaan uang dari James Tobin (the portfolio
approach to money demand) dan teori kuantitas modern dari Friedman.
Model Manajemen Kas Baumol-Tobin
Seperti
teori kuantitas dan teori Cambridge, model ini juga menekankan
pentingnya penggunaan uang untuk keperluan transaksi. Teori model ini
juga memandang adanya direct dan inderect cost (biaya langsung dan biaya
tidak langsung) memegang uang untuk tujuan transaksi dan bagaimana
perubahan kedua biaya ini akan mempengaruhi permintaan uang (Jansen :
2002). Biaya langsung yaitu biaya perjalanan atau biaya mentransfer aset
non moneter menjadi aset moneter sedangkan biaya tidak langsung yaitu
jumlah bunga yang hilang.
Baumol
dan Tobin mencapai kesimpulan yang serupa mengenai permintaan uang
untuk transaksi. Baumol melihat bahwa kebutuhan akan uang untuk
transaksi pada hakekatnya adalah sama dengan kebutuhan stok uang yang
akan dipegang dengan pertimbangan biaya dengan memilih jumlah dan pola
waktu untuk stok yang tepat agar biaya yang membebaninya minimal.
Model
Baumol-Tobin menganalisa biaya dan manfaat dari memegang uang.
Manfaatnya adalah kenyamanan; orang memegang uang agar mereka tidak
perlu lagi ke bank setiap kali ingin membeli sesuatu. Biaya kenyamanan
ini adalah hilangnya bunga yang akan mereka terima jika uang tersebut
mereka simpan di bank.
Model
ini bertitik tolak dari anggapan bahwa seseorang menerima pendapatan
tertentu secara reguler setiap waktu, dan untuk penyederhanaan orang
tersebut selalu membelanjakan sejumlah tertentu (tetap) setiap harinya.
Dengan kata lain kebutuhuan uang tunai setiap per satuan waktu adalah
konstan. Pemilik pendapatan tersebut juga dapat memilih memegang hasil
pendapatannya dalam bentuk uang tunai atau obligasi.
Uang
tunai dianggap tidak menghasilkan apapun, tapi dipegang karena bisa
digunakan untuk transaksi. Sedangkan obligasi menghasilkan tingkat
bunga, tapi bila ingin digunakan untuk transaksi harus terlebih dahulu
ditukarkan kedalam bentuk uang tunai. Selanjutnya dianggap bahwa setiap
kali menjual obligasi, ada biaya (tetap) yang dibebankan. Karena uang
tunai tidak menghasilkan apapun, maka orang akan cenderung memegang
pendapatan totalnya sebanyak mungkin dalam bentuk obligasi. Keputusan
ini dilakukan dengan mempertimbangkan biaya yang paling menguntungkan.
Biaya yang paling menguntungkan ini adalah dengan memilih nilai/jumlah
obligasi yang akan dijual dengan tujuan memenuhi kebutuhan uang tunai
untuk transaksi dalam jangka waktu tertentu yang akan menimbulkan biaya
total dari pemegangan stok.
Teori Portofolio dari Permintaan Uang
Teori
portofolio menekankan peran uang sebagai penyimpan nilai. Menurut teori
ini, orang-orang memegang uang sebagai aset portofolio mereka. Teori
portofolio memperdiksi bahwa permintaan uang seharusnya tergantung pada
resiko dan hasil yang diberikan oleh uang dan oleh berbagai aset selain
uang. Selain itu, permintaan uang seharusnya bergantung pada kekayaan
total, karena kekayaan mengukur besarnya portofolio yang dialokasikan
diantara uang dan aset alternatif. Fungsi permintaan uang dalam teori
portofolio mengasumsikan permintaan uang bergantung pada pengembalian
saham riil, pengembalian obligasi riil yang diharapkan, tingkat inflasi
yang diharapkan, dan kekayaan riil.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa, kenaikan dalam pengembalian saham riil
dan pengembalian obligasi riil yang diharapakan menurunkan permintaan
uang, kerena uang menjadi kurang menarik. Kenaikan dalam kekayaan riil
meningkatkan permintaan uang, karena kekayaan yang lebih tinggi berarti
portofolio yang lebih besar.
Teori
portofolio bermanfaat untuk mempelajari permintaan uang bergantung pada
ukuran uang manakah yang kita gunakan. Ukuran uang yang paling sempit
(M1) adalah aset yang didominasi (dominated assets); sebagai penyimpan
nilai, uang eksis sepanjang aset-aset lain dalam kondisi lebih baik.
Jadi, tidak optimal bagi orang-orang untuk memegang uang sebagai bagian
dari portofolio mereka, dan teori portofolio tidak dapat menjelaskan
permintaan terhadap bentuk uang yang didominasi ini. Ukuran uang yang
lebih luas mencakup banyak aset yang mendominasi mata uang dan rekening
cek, sehingga pendekatan portofolio terhadap permintaan uang merupakan
teori yang baik untuk menjelaskan permintaan terhadap M2 atau M3 (Mankiw
: 2000).
Teori Kuantitas Modern dari Friedman
Teori
kuantitas modern dari permintaan uang di bangun berdasarkan teori
kuantitas uang dengan menekankan kekhasan kepemilikan uang sebagai media
pertukaran. Kekhasan ini karena memandang permintaan uang mirip
permintaan akan suatu barang yang dipengaruhi oleh tiga hal yaitu; total
kekayaan yang merupakan kendala anggaran (budget constraint) dalam
perilaku konsumen, harga dari masing-masing bentuk kekayaan, serta
selera dan preferensi (taste and preference) pemilik kekayaan (Jansen :
2002).
Teori
kuantitas modern menekankan permintaan uang dari keuntungan dari proses
subtitusi antar bentuk kekayaan seperti uang, obigasi, saham, surat
berharga, dan bentuk kekayaan yang lain baik manusiawi maupun
nonmanusiawi. Permintaan uang terhadap bentuk kekayaan di atas sangat
dipengaruhi oleh hasil (return) yang akan diterima oleh pemilik kekayaan
di masa yang akan datang.
Dalam
teori permintaan uangnya, Friedman menganggap bahwa pemilik kekayaan
memutuskan aktiva-aktiva apa yang akan dipegang atas dasar perbandingan
manfaat, selera dan jumlah kekayaanya. Pengertian kekayaan dari Friedman
tidak hanya berbentuk uang atau bisa diubah atau dijual menjadi uang,
tetapi juga termasuk nilai dari aliran penghasilan ditahun-tahun
mendatang dari tenaga kerjanya. Kekayaan tidak lain adalah nalai
sekarang dari aliran penghasilan yang diharapakan dari aktiva-aktiva
yang dipegang. Pengertian kedua yang penting adalah “manfaat”. Manfaat
(returns) dari setiap bentuk aktiva merupakan faktor pertimbangan untuk
memutuskan berapa jumlah dari masing-masing bantuk aktiva yang akan
dipegang tersebut.
Dalam
melakukan perumusan fungsi permintaan uang (permintaan total uang,
Friedman tidak menganal pembagian motif memegang uang seperti Keynes),
Friedman melakukan beberapa penyederhanaan. Ia menganggap pemilik
kekayaan bisa memilih lima bentuk kekayaan untuk dipegang, yaitu: uang
tunai, obligasi, saham atau equities, barang-barang fisik bukan manusia,
dan kekayaan manusiawi / human capital.
Produk Domestik Regional Bruto
Produk
Domestik Regiona Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator
pertumbuhan ekonomi satu wilayah. Pertumbuhan tersebut dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya infrastruktur ekonomi. PDRB adalah
jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam
wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
PDRB
atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa
yang dihitung dengan menggunakan harga pada setiap tahun, sedangkan PDRB
atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang
dihitung menggunakan harga pada suatu tahun tertentu sebagai tahun dasar
hitungannya. PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk
melihat pergeseran struktur ekonomi, sedangkan harga konstan dapat
digunkana untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.
Produk Domistik Regional Bruto (PDRB) dihitung oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) oleh masing-masing wilayah. BPS menghitung PDRB
berdasarkan 3 (tiga) pendekatan yaitu :
- Pendekatan Produksi (Pruduction Approach) yaitu PDRB merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi dalam suatu wilayah / region pada suatu jangka waktu tertentu, biasanya setahun.
- Pendekatan Pendapatan (Income Approach) yaitu PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut di dalam proses produksi di suatu wilayah pada jangka waktu tertentu (setahun). Balas jasa faktor produksi tersebut adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan.
- Pendapatan Pengeluaran (Expenditure Approach) yaitu PDRB merupakan jumlah semua pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, perubahan stok dan ekspor neto di suatu wilayah pada suatu periode (biasanya setahun). Ekspor neto disini adalah ekspor dikurangi impor.
Kuantitas
uang dalam perekonomian sangat erat kaitannya dengan jumlah mata uang
yang diperlukan dalam transakasi. Dalam penulisan skripsi ini, karena
jumlah transaksi sulit diukur, maka jumlah transaksi diganti dengan
output total dari perekonomian suatu wilayah atau daerah (PDRB).
Transaksi dan output sangat berkaitan, karena semakin banyak
perekonomian berproduksi, semakin banyak barang yang dibeli dan dijual.
Namun demikian menurut Mankiw (2000) keduanya tidak sama. Ketika
seseorang menjual mobil bekas untuk orang lain, misalnya, mereka
melakukan transaksi dengan menggunakan uang, meskipun mobil bekas bukan
bagian dari output sekarang.
Suku Bunga
Menurut
Keynes (1936) suku bunga merupakan harga dari penggunaan uang.
Sedangkan menurut Hubbard (1997), bunga adalah biaya yang harus dibayar
atas pinjaman yang diterima dan imbalan atas investasinya. Suku bunga
mempengaruhi keputusan individu terhadap pilahan membelanjakan uang
lebih banyak atau menabung (Laksomono : 2001).
Para
ekonom membagi tingkat suku bunga atas dua yaitu, tingkat bunga nominal
(nominal interest rate) dan tingkat bunga riil (real interest rate).
Para ekonom menyebutkan tingkat bunga yang dibayar bank sebagai tingkat
bunga nominal dan kenaikan dalam daya beli Anda dengan tingkat bunga
riil. Tingkat bunga nominal biasa juga disebut biaya peluang
(opportunity cost) dari memegang uang: biaya yang timbul karena Anda
lebih memilih suka memegang uang ketimbang obligasi.
Dapat
juga di katakan bahwa tingkat bunga riil adalah perbedaan di antara
tingkat bunga nominal dan tingkat inflasi. Kalau diatur kembali
persamaan ini, dapat dilihat bahwa tingkat bunga nominal adalah jumlah
tingkat bunga riil dan tingkat inflasi.
Menurut
Fisher (Fisher Equation). Hal ini menunjukkan tingkat bunga bisa
berubah karena dua alasan : karena tingkat bunga riil berubah atau
karena tingkat inflasi berubah. Menurut persamaan Fisher di atas,
kenaikan 1 persen dalam tingkat inflasi sebaliknya menyebabkan kenaikan 1
persen dalam tingkat bunga nominal. Hubungan satu-untuk-satu antara
tingkat inflasi dan tingkat bunga nominal disebut efek Fisher (Fisher
Effect) (Mankiw : 2003).
Inflasi
Dalam
ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga
secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar
yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi
masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu
konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya
ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga
merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi
adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat
harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu
menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat
perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung
secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi
juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadang
kala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk
mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah IHK
(Indeks Harga Konsumen) dan PDB/PDRB.
Inflasi
dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang,
berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga
berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30%
setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi
tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100%
setahun.
Bank
sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku
bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank
sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang
domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat
bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal
(kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank
sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.
Hubungan antara Pendapatan, Suku Bunga Deposito dan Inflasi Terhadap Permintaan Uang
a. Pengaruh Pendapatan Regional (PDRB) Terhadap Permintaan Uang
Pada
dasarnya pendapatan mencerminkan seberapa besar tingkat konsumsi
seseorang. Biasanya semakin tinggi pendapatan seseorang, maka
keinginannya untuk mengkonsumsi satu atau beberapa jenis barang juga
akan semakin ikut meningkat.
Faktor
yang paling mempengaruhi pertumbuhan uang dalam suatu wilayah antara
lain pendapatan, nilai tukar, dan tingkat suku bunga (Boediono:1985).
Pendapatan dan permintaan uang sangat berhubungan erat serta mempunyai
sifat yang positif dan signifikan. Yang artinya ketika pendapatan
mengalami kenaikan, maka permintaan akan uang juga akan mengalami
peningkatan. Hal ini disebabkan karena meningkatnya permintaan untuk
konsumsi di kalangan masyarakat.
Sama
halnya dengan apa yang dikemukakan oleh para ekonom klasik dalam teori
permintaan uang yang beranggapan bahwa permintaan uang murni didasarkan
untuk memenuhi kebutuhan dalam transaksi. Anggapan ini memberikan
kesimpulan bahwa permintaan uang untuk kebutuhan transaksi sangat
tergantung pada tingkat pendapatan.
b. Pengaruh Tingkat Suku Bunga Deposito Terhadap Permintaan Uang
Pada
umunya orang-orang yang mempunyai pendapatan yang berlebih akan
menyimpan uangnya pada pihak perbankan dalam bentuk deposito. Alasan
tersebut dikarenakan adanya pendapatan yang akan diterima dari uang
tersebut yaitu berupa bunga.
Bunga
merupakan salah satu varibel makro dalam moneter yang selalu diamati
oleh para pelaku ekonomi. Tinggi rendahnya suku bunga yang ditawarkan
suatu pihak perbankan, maka akan mempengaruhi sifat para pelaku ekonomi.
Sebagai salah satu contohnya ketika suku bunga mengalami kenaikan,
orang-orang akan lebih memilih menyimpan uangnya di bank dibandingkan
untuk menggunakannya sebagai konsumsi dan begitu pula sebaliknya. Akan
ada yang dikorbankan seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang lebih dari
yang mereka miliki.
Menurut
Keynes faktor yang mempengaruhi besarnya permintaan uang dengan motif
spekulasi adalah besarnya suku bunga, dividen surat-surat berharga,
ataupun capital gain. Karena ketika seseorang memilih memegang uang,
maka mereka akan mendapatkan oppurtunity cost dari memegang uang atau
dengan kata lain terdapat potensi kehilangan pendapatan bunga jika
seseorang menetapkan salah satu bentuk kekayaan (asset).
Dalam
hubungannya dengan permintaan uang, suku bunga berpengaruh negatif. Hal
ini dikarenakan ketika suku bunga meningkat, jumlah dari uang tunai
yang dipegang untuk transaksi juga akan mengalami penurunan, karena
orang akan lebih memilih melakukan saving untuk mendapatkan pendapatan
lebih yaitu bunga.
c. Pengaruh Tingkat Inflasi Terhadap Permintaan Uang
Dalam
perekonomian inflasi merupakan sesuatu yang harus selalu dipantau dan
diwaspadai oleh semua pelaku ekonomi terutama Bank Indonesia. Besarnya
kontribusi Inflasi dalam perekonomian menjadikannnya salah satu pilar
dari pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Kenaikan dari angka inflasi akan
manjadikan perekonomian berada dalam posisi yang genting apabila tidak
ditopang dengan output atau pendatan dari wilayah tersebut.
Kaitan
antara inflasi dan permintaan uang mempunyai hubungan yang sangat erat.
Seseorang akan menjadikan inflasi sebagai motif spekulasi dari
permintaan uang, yang artinya ketika seseorang memprediksikan angka
inflasi akan mengalami kenaikan maka permintaan uangnya pun juga akan
ikut naik. Hal ini di sebabkan kerena akan meningkatnya jumlah harga
kebutuhan sehari-hari di pasaran.
Seperti
yang dikatakan oleh Friedman dalam teori permintaan uangnya yaitu
kecepatan permintaan dan peredaran uang di masyarakat tergantung dari
faktor ekonomi yaitu suku bunga dan inflasi. Dimana hal tersebut dapat
diartikan bahwa inflasi merupakan salah satu komponen moneter yang
sangat erat hubungannya dengan permintaan uang, saat terjadi inflasi
permintaan uang akan semakin meningkat, ini disebabkan karena kurangnya
output produksi dari produsen yang mengakibatkan harga barang/jasa juga
ikut naik. Oleh karena itu Bank Sentral selalu berusaha mempertahankan
tingkat inflasi dalam tingkat yang normal agar tidak berdampak buruk
juga pada veribel ekonomi makro lainnya.
Tinjauan Empiris
Spencer
(1985) melakukan penelitian tentang stabilitas parameter permintaan
uang di Indonesia menggunakan data kuartalan tahun 1967-1981. Kajian
tersebut menggunakan data uang dalam arti sempit (M1) dan luas (M2),
pendapatan (PDB), tingkat bunga dan jumlah kantor bank. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa koefisien parameter permintaan uang M1 tidak
stabil karena penambahan jumlah kantor telah menyebabkan kanaikan
elastisitas permintaan uang sedangkan elastisitas tingkat bunga
mengalami penurunan.
Effendi
dan Aliasuddin (1998) juga telah melakukan penelitian empiris tentang
stabilitas permintaan uang di Indonesia dengan menggunakan data tahunan
dari 1971 hingga 1996. Hasilnya, parameter permintaan uang pada periode
tersebut stabil. Namun kajian tersebut kurang konsisten dengan nilai
elastisitas yang saling berbeda-beda untuk masing-masing periode
penelitian. Hal tersebut disebabkan oleh pelanggaran asumsi klasik dalam
model estimasi yang digunakan. Ada dua pelanggaran yang dijumpai dalam
model tersebut yaitu multikolinearitas dan heteroskedastisitas.
Astiyah
(2002) mengkaji perilaku permintaan uang dan implikasinya bagi
kebijakan moneter di Indonesia. Dari berbgai definisi uang beredar,
Astiyah menemukan bahwa hubungan antara uang beredar (M1 dan M2) dengan
sasaran akhir inflasi semakin tidak stabil. Bahkan untuk uang primer
telah menjadi variabel yang endogen, dalam arti dipengaruhi oleh
perkembangan ekonomi dan infalsi, dan karenaya sulit dikendalikan. Hanya
permintaan uang kartal (kertas dan logam) secara riil yang relatif
stabil.
Berbeda
dengan penelitian sebelumnya penulis mencoba menulis dalam ruang
lingkup yang lebih kecil yaitu Sulawesi Selatan tapi tetap dengan
variabel yang sama. Dalam skripsi ini penulis mengasumsikan penawaran
uang sama dengan permintaan uang, kemudian karena jumlah transaksi sulit
diukur, maka jumlah transaksi diganti dengan output total dari
perekonomian di Sulawesi Selatan (GDRP) mengingat transaksi sangat
berkaitan dengan output meskipun tak serupa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar