Selasa, 20 September 2016

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Uang (Deman For Money)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Uang (Deman For Money) 
Uang merupakan hal yang menarik untuk dibicarakan, karena uang merupakan salah satu sendi dalam kehidupan manusia. Mulai dari anak-anak sampai orang tua mereka membutuhkan uang dalam kegiatan mereka baik itu bersifat konsumtif mislanya membeli keperluan sehari-hari maupun untuk kebutuhan spekulasi yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dengan membeli surat-surat berharga atau obligasi dengan harapan harga jual dari surat berharga dan obligasi yang dimiliki lebih tinggi dari harga beli.

Dalam perekonomian suatu negara atau wilayah uang sangat mempunyai peranan yang sangat penting khususnya dalam bidang perekonomian. Bagi perekonomian uang seperti darah yang mengalir dalam tubuh manusia ketika terhambat maka fungsi organ tubuh tidak akan berjalan sebagai mana mestinya dan manusia akan menjadi sakit karenanya. Sama halnya dengan uang, posisinya harus selalu berputar dalam suatu roda perekonomian apabila terhambat maka perekonomian akan menjadi sakit. Oleh karena itu untuk menjalankan fungsi uang sebagaimana mestinya diperlukan suatu kebijakan oleh Bank Indonesia dengan otoritas moneternya.

Dalam perputaran uang di suatu wilayah selain variabel makro, lembaga juga mempunyai peranan yang kuat untuk masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi. Lembaga yang dimaksud dalam hal ini seperti Bank Indonesia (BI) yang mempunyai otoritas moneter untuk menentukan kebijakan dalam kondisi ekonomi suatu wilayah, ada juga bank umum yang menjalankan perannya dalam tingkat suku bunga untuk ditawarkan kepada masyarakat dimana masyarkat yang tergolong dalam lembaga masyarakat nantinya yang juga akan ikut menentukan kondisi perputaran uang dengan ekspektasi dan konsumsi yang mereka lakukan.

Salah seorang pemikir besar yang menyumbangkan pemikirannya dalam teori moneter adalah Keynes yang berpandangan tentang uang sebagai alat penyimpan nilai. Pandangan ini menyebabkan perlunya analisis tentang pasar uang dengan penawaran uang. Pasar uang, memberikan gambaran tentang perkembangan kelangkaan uang. Perkembangan tingkat kelangkaan uang ditunjukkan dari perkembangan tingkat harga yang terbentuk melalui mekanisme pasar, sedangkan harga dari uang adalah tingkat bunga. Jika tingkat bunga semakin tinggi, maka uang semakin mahal, berarti uang semakin langka, begitu juga sebaliknya.

Dari teori ini dapat dilihat suatu hubungan antara sektor moneter dengan sektor riil. Tingkat bunga yang terbentuk disektor moneter (pasar uang) akan mempengaruhi perilaku disektor riil, khususnya investasi. Sebagai contoh, bila tingkat bunga makin tinggi, permintaan investasi akan menurun, yang juga akan menurunkan tingkat output keseimbangan. Jadi keseimbangan di pasar uang berkaitan dengan pasar barang dan jasa.

Pada saat output nasional bertambah banyak, maka permintaan akan uang untuk kebutuhan transaksi juga akan meningkat. Masyarakat cenderung untuk menjaga nilai beli dari uang yang dipegangnya, agar uang yang dipegang cukup memadai untuk menyelesaikan transaksi-transaksi yang dilakukannya.

Jumlah uang beredar di Sulawesi Selatan selama 2001-2010 memperlihatkan fenomena yang terus berkembang baik itu uang beredar dalam arti sempit (M1) yang terdiri dari uang kartal dan uang giral, maupun uang beredar dalam arti luas (M2) yang merupakan penjumlahan M1 dengan uang kuasi. Hal ini dapat dilihat pada Grafik

Grafik Perkembangan Jumlah Uang Beredar di Sulawesi Selatan Tahun 2001-2020 (Dalam Milyar Rupiah)

Sumber : Data diolah

Terlihat jelas dari grafik bahwa permintaan uang di Sulawesi Selatan terus meningkat terutama di tahun 2006, untuk uang kuasi sendiri peningkatannya cukup pesat sekitar 20,83% yaitu dari Rp. 16,63 trilyun menjadi Rp. 19,65 trilyun. Kenaikan angka tersebut dapat dikatakan bahwa tingkat likuiditas cukup untuk memenuhi kebutuhan perekonomian di wilayah Sulawesi Selatan. Berdasarkan data yang di tampilkan oleh Bank Indonesia kenaikan permintaan uang tersebut diakibatkan oleh meningkatnya jumlah jaringan kantor bank yang melayani kebutuhan masyarakat yaitu dari 579 kantor bank menjadi 590 kantor bank.

Di tahun berikutnya hanya terjadi sedikit saja perbedaan, dimana permintaan uang cenderung meningkat yang disebabkan oleh ekspektasi dari masyarakat terhadap inflasi yang tinggi terutama untuk bahan-bahan pokok baru. Demikian pula di tahun-tahun berikutnya yang terus mengalami peningkatan.

Berdasarkan teori yang ada, JUB sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Dimana peningkatan jumlah uang beredar akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya pertumbuhan ekonomi dapat mempengaruhi JUB sebab peningkatan pendapatan akan mendorong peningkatan permintaan uang.

Grafik Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Tahun 2001-2010

Sumber : Data diolah

Pada Grafik dapat dilihat pertumbuhan ekonomi Sulawesi-Selatan pada Tahun 2001-2010 mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun hal ini disebabkan karena tingkat konsumsi masyarakat juga tiap tahunnya mengalami peningkatan. Bukan hanya itu penggunaan akan uang yang dimiliki masyarakat juga sudah mulai bervariasi bukan hanya untuk bertransaksi, tapi juga untuk investasi, tabungan dan belanja modal lainnya. Perilaku ini secara langsung berpengaruh pada tingkat pendapatan Provinsi Selawesi Selatan. Sehingga, berdasarkan sumber data yang didapat Jumlah Uang Beredar dan Pendapatan dapat di katakan signifikan karena pertumbuhannya saling beriringan ke atas.

Selain tingkat pendapatan, tingkat suku bunga juga sangat berpengaruh terhadap permintaan uang. Suku bunga merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam perekonomian suatu wilayah karena sangat berpengaruh terhadap kesehatan perekonomian. Hal ini tidak hanya mempengaruhi keinginan konsumen untuk membelanjakan ataupun menabungkan uangnya tetapi juga mempengaruhi dunia usaha dalam mengambil keputusan. Oleh kerena itu tingkat suku bunga mempunyai pengaruh yang sangat luas, baik pada sektor moneter maupun juga pada sektor riil. 

Suku bunga sangat erat kaitannya dengan tingkat laju inflasi, karena tingkat inflasi ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran terhadap barang dan jasa yang mencerminkan para pelaku pasar dan masyarakat. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat tersebut adalah ekspektasi terhadap laju inflasi dimasa yang akan datang. Ekspektasi laju infasi yang tinggi akan mendorong masyarakat untuk mengalihkan aset finansial yang dimilikinya menjadi aset riil seperti, tanah, rumah, dan barang-barang konsumsi lainnya. Begitu juga sebaliknya ekspektasi laju inflasi yang rendah akan memberikan insentif terhadap masyarakat untuk menabung serta melakukan investasi pada sektor-sektor produktif.

Konsep dan Pengertian
Bank Indonesia membedakan jumlah uang beredar kedalam dua bagaian yaitu JUB dalam arti sempit dan JUB dalam arti luas. JUB dalam arti sempit (M1), yaitu kewajiban sistem moneter yang terdiri dari uang kartal dan uang giral. Uang kartal adalah uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan dan diedarkan oleh Bank Indonesia dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Republik Indonesia sedangkan Munurut UU No. 7 tentang Perbankan tahun 1992, defenisi uang giral adalah tagihan yang ada di bank umum, yang dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat pembayaran. Bentuk uang giral dapat berupa cek, giro, atau telegrafic transfer.

JUB dalam arti luas (M2), yaitu kewajiaban sistem moneter yang terdiri dari M1 dan uang kuasi. Uang kuasi adalah aset yang dapat digunakan secara cepat. Uang kuasi terdiri dari deposito, tabungan dan simpanan valas milik swasta domestik. 

Dari kedua defenisi JUB yang dikemukakan oleh Bank Indonesia tersebut diatas, terlihat bahwa komponen M1 merupakan komponen yang paling likuid, karena proses penciptaannya menjadi uang kas begitu cepat dan tidak mengalami perubahan atau kerugian nilai. Sedangkan M2 mempunyai tingkat likuiditas yang paling rendah, karena proses pencariannya memerlukan jangka waktu tertentu .

Dalam bidang ekonomi mengartikan jumlah uang beredar (JUB) adalah uang yang beredar ditangan masyarakat. Defenisi ini terus berkembang dari waktu ke waktu seiring dengan perkembangan perekonomian disuatu negara. Konteks perekonomian negara maju cara perhitungannya dapat berbeda dengan negara sedang berkembang. Umumnya cakupan defenisi JUB di negara maju lebih luas dan kompleks dibanding di negara sedang berkembang.

Secara umum dua defenisi JUB yang banyak digunakan yaitu : pendekatan transaksi yang memandang JUB adalah jumlah uang yang dibutuhkan untuk keperluan transakasi. Pendekatan ini banyak digunakan untuk menghitung JUB dalam arti sempit yang dikenal sebagai M1. Definisi lain didasarkan pada pendekatan likuiditas yang memandang JUB adalah jumlah uang untuk kebutuhan transaksi di tambah uang kuasi. Pendekatan ini digunakan untuk menghitung jumlah uang beredar dalam arti luas yang dikenal sebagai M2.

Jumlah uang beredar juga didefenisikan oleh beberapa orang yang mengatakan bahwa JUB merupakan tagihan masyarakat terhadapa sektor perbankan dan terbatas pada jumlah antara uang kartal dan uang giral ( Anton : 1991). Pengertian JUB lainnya adalah semua uang giral (demand deposit), tagihan pada bank umum, seluruh uang kertas dan uang logam (currency) yang dipegang oleh masyarakat yang ada diluar bank umum dan bank sentral ( Manullang : 1983). 

Selain M1 dan M2 juga ada yang disebut dengan M0 atau yang biasa disebut dengan uang inti, uang primer, reserve money, high power money, atau monetary base yang merupakan kewajiban dari otoritas moneter yang terdiri dari uang kertas dan uang logam yang berada diluar Bank Indonesia, serta simpanan Giro Bank Umum dan sektor swasta domestik (penduduk) pada Bank Indonesia.

Teori Permintaan Uang.
Pada umunya pandangan teori permintaan uang dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu teori-teori yang didasarkan pada ; (1) pandangan klasik, (2) teori permintaan uang Keynes, dan (3) teori kuantitas modern.

Pendekatan teori klasik oleh para ekonom beraliran klasik yang beranggapan bahwa permintaan uang murni didasarkan pada kebutuhan untuk melakukan transaksi (transaction view of money demand). Dari teori ini melahirkan kesimpulan bahwa permintaan uang untuk kebutuhan transaksi sangat tergantung pada tingkat pendapatan.

Dan kemudian oleh John Maynard Keynes domodifikasi dengan mengatakan bahwa terdapat biaya yang ditanggung oleh masyarakat dalam memegang uang. Biaya yang dimaksud dapat berupa biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (undirect cost).

Dijelaskan didalamnya bahwa biaya langsung dari memegang uang adalah pembayaran dengan nominal atau persentase tertentu dari nilai durable deposits yang dimiliki oleh seseorang sedangkan biaya tidak langsung merupakan opportunity cost dari memegang uang. Opportunity cost itu sendiri adalah biaya yang timbul dari berbagai alternatif pengalokasian aset, atau dengan kata lain terdapat potensi kehilangan pendapatan bunga jika seseorang menetapkan salah satu bentuk kekeyaan (Asset). Fakta diatas yang kemudian mendasari pandangan Keynes bahwa semakin tinggi tingkat bunga maka semakin rendah permintaan uang.

Pendekatan yang ketiga adalah modern quantity theory of money yang dipopulerkan oleh Milton Friedmen. Teori kuantitas modern menggabungkan antara pandangan klasik (Calssical view) dengan pandangan Keynes (Keynes’s view) dari permintaan uang.

Ketiga pendekatan di atas akan dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut : 

Teori Kuantitas Sederhana (The Simple Quantity Theory)
Teori kuantitas sederhana beranggapan bahwa motivasi utama masyarakat dalam memegang uang yaitu untuk keperluan transaksi. Teori ini didasarkan pada equation of exchange, identitas yang menghubungkan antara pengeluaran agregat dengan persediaan uang (Jansen : 2002).

Fisher berpendapat bahwa permintaan uang akan timbul dari penggunaan uang dalam proses transaksi, dimana setiap perekonomian ketika sesuai tahap pertumbuhannya akan memiliki sistem kelembagaan tersendiri yang menentukan sifat proses transaksi tersebut. Sistem ini mencakup beberapa faktor misalnya tingkat dari sektor-sektor ekonomi, keredit perdagangan, perbaikan dalam komunikasi, dan sistem jaringan perbankan.

Seperti yang dijelaskan di atas besar kecilnya perputaran uang transaksi ditentukan dari proses transaksi yang berlaku di masyarakat. Faktor kelembagaan, utamanya mekanisme pembayaran yang digunakan (tunai atau cek) akan mengalami perubahan secraa gradual dalam jangka panjang, sedangakan dalam jangka pendek kebutuhan akan uang relatif terhadap volume transaksi bisa dianggap konstan. Demikian pula volume transaksi relatif terhadap output masyarakat bisa dianggap mempunyai proporsi yang konstan dalam jangka pendek.

Teori Cambridge (Marshall-Pigou)
Teori Cambridge befokus pada fungsi uang sebagai alat tukar umum. Oleh karena itu, teori-teori klasik ini melihat permintaan uang dari masyarakat sebagai kebutuhan akan alat likuid untuk tujuan transaksi. 

Ketika Fisher mengatakan permintaan uang semata-mata merupakan proporsi konstan dari volume transaksi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor kelembagaan yang konstan. Cambridge justru berpendepat faktor-faktor perilaku (pertimbangan untung rugi) yang menghubungkan antara permintaan uang seseorang dengan volume transaksi yang direncanakannya. Atau dengan kata lain, Fisher memandang velocity uang konstan sedangakan Cambridge tidak. 

Menurut teori Cambridge, permintaan uang selain dipengaruhi oleh volume transaksi dan faktor-faktor kelembagaan, juga dipengaruhi oleh bunga, dan ekspektasi masyarakat terhadap kondisi yang akan datang. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan uang seseorang dengan demikian juga akan mempengaruhi permintaan uang masyarakat secara keseluruhan. Kemudian Pigou melakukan berbagai penyederhanaan dimana variabel-variabel yang mempengaruhi permintaan uang dalam jangaka pendek dianggap konstan.

Teori Cambridge menganggap bahwa permintaan uang adalah proporsional dengan tingkat pendapatan nasional (ceteris paribus). Dalam hal ini dia tidak menutup kemungkinan bahwa faktor-faktor seperti tingkat suku bunga dan ekspektasi berubah walaupun dalam jangka pendek.

Teori Uang dari Keynes
Ketika ekonomi klasik cenderung menekankan penggunaan uang dalam melakukan transaksi, Keynes mengidentifikasikan tiga motif memegang uang yaitu : motif bertransaksi, motif berjaga-jaga, dan motif berspekulasi. Seperti ekonom klasik, Keynes memandang memegang uang untuk transaksi proporsional dengan pendapatan.

Keynes juga sependapat dengan pemikiran Cambridge, dimana orang memegang uang untuk melancarkan proses transaksi yang dilakukan, dan permintaan uang masyarakat untuk tujuan ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasional, semakin besar tingkat transaksi, maka semain besar pula jumlah uang yang diminta masyarakat untuk transaksi.

Selain itu, Keynes juga berpendapat bahwa permintaan uang untuk transaksi ini pun bukan merupakan suatu proporsi yang konstan, tapi juga dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tingkat bunga. Hanya saja faktor bunga dalam permintaan uang untuk transaksi ini tidak terlalu ditekankan, salah satu sebabnya adalah karena dia ingin menekankan permintaan uang untuk tujuan lain, yaitu tujuan spekulasi. Motif memegang uang untuk tujuan spekulasi terutama ditujukan untuk mendapatkan keuntungan.

Keynes membatasi keadaan dimana pemilik kekayaan bisa memilih memegang kekayaanya dalam bentuk tunai atau obligasi. Uang tunai dianggap tidak memberikan penghasilan, sedang obligasi dianggap memberikan penghasilan berupa sejumlah uang tertentu setiap periodenya. 

Teori Transaksi dari Permintaan Uang
Teori permintaan uang yang menekankan peran uang sebagai media pertukaran disebut teori transaksi (transaction theories). Teori ini menyatakan bahwa uang adalah aset yang didominasi dan menekankan bahwa orang memegang uang tidak seperti aset-aset lainnya, tapi untuk melakukan pembelian. Teori ini menjelaskan mengapa orang memegang uang dalam arti sempit (M1), seperti mata uang dan rekening cek, sebagai lawan dari memegang aset yang mendominasinya, seperti rekening tabungan dan Treasury bills.

Teori dari transaksi permintaan uang bermacam-macam, bergantung bagaimana orang memodelkan proses menghasilkan uang untuk melakukan transaksi. Seluruh teori ini mengasumsikan bahwa uang mempunyai biaya dari menerima tingkat pengambilan yang rendah dan manfaat yang membuat transaksi lebih aman. Orang-orang memutuskan berapa banyak uang yang akan dipegang dalam men-trade-off-kan biaya dan manfaat ini.

Pengembangan lebih lanjut dari teori transaksi dari permintaan uang adalah model menejemen kas Baumol-Tobin (the inventory approach to money demand), teori portofolio dari permintaan uang dari James Tobin (the portfolio approach to money demand) dan teori kuantitas modern dari Friedman.

Model Manajemen Kas Baumol-Tobin
Seperti teori kuantitas dan teori Cambridge, model ini juga menekankan pentingnya penggunaan uang untuk keperluan transaksi. Teori model ini juga memandang adanya direct dan inderect cost (biaya langsung dan biaya tidak langsung) memegang uang untuk tujuan transaksi dan bagaimana perubahan kedua biaya ini akan mempengaruhi permintaan uang (Jansen : 2002). Biaya langsung yaitu biaya perjalanan atau biaya mentransfer aset non moneter menjadi aset moneter sedangkan biaya tidak langsung yaitu jumlah bunga yang hilang.

Baumol dan Tobin mencapai kesimpulan yang serupa mengenai permintaan uang untuk transaksi. Baumol melihat bahwa kebutuhan akan uang untuk transaksi pada hakekatnya adalah sama dengan kebutuhan stok uang yang akan dipegang dengan pertimbangan biaya dengan memilih jumlah dan pola waktu untuk stok yang tepat agar biaya yang membebaninya minimal.

Model Baumol-Tobin menganalisa biaya dan manfaat dari memegang uang. Manfaatnya adalah kenyamanan; orang memegang uang agar mereka tidak perlu lagi ke bank setiap kali ingin membeli sesuatu. Biaya kenyamanan ini adalah hilangnya bunga yang akan mereka terima jika uang tersebut mereka simpan di bank.

Model ini bertitik tolak dari anggapan bahwa seseorang menerima pendapatan tertentu secara reguler setiap waktu, dan untuk penyederhanaan orang tersebut selalu membelanjakan sejumlah tertentu (tetap) setiap harinya. Dengan kata lain kebutuhuan uang tunai setiap per satuan waktu adalah konstan. Pemilik pendapatan tersebut juga dapat memilih memegang hasil pendapatannya dalam bentuk uang tunai atau obligasi.

Uang tunai dianggap tidak menghasilkan apapun, tapi dipegang karena bisa digunakan untuk transaksi. Sedangkan obligasi menghasilkan tingkat bunga, tapi bila ingin digunakan untuk transaksi harus terlebih dahulu ditukarkan kedalam bentuk uang tunai. Selanjutnya dianggap bahwa setiap kali menjual obligasi, ada biaya (tetap) yang dibebankan. Karena uang tunai tidak menghasilkan apapun, maka orang akan cenderung memegang pendapatan totalnya sebanyak mungkin dalam bentuk obligasi. Keputusan ini dilakukan dengan mempertimbangkan biaya yang paling menguntungkan. Biaya yang paling menguntungkan ini adalah dengan memilih nilai/jumlah obligasi yang akan dijual dengan tujuan memenuhi kebutuhan uang tunai untuk transaksi dalam jangka waktu tertentu yang akan menimbulkan biaya total dari pemegangan stok.

Teori Portofolio dari Permintaan Uang
Teori portofolio menekankan peran uang sebagai penyimpan nilai. Menurut teori ini, orang-orang memegang uang sebagai aset portofolio mereka. Teori portofolio memperdiksi bahwa permintaan uang seharusnya tergantung pada resiko dan hasil yang diberikan oleh uang dan oleh berbagai aset selain uang. Selain itu, permintaan uang seharusnya bergantung pada kekayaan total, karena kekayaan mengukur besarnya portofolio yang dialokasikan diantara uang dan aset alternatif. Fungsi permintaan uang dalam teori portofolio mengasumsikan permintaan uang bergantung pada pengembalian saham riil, pengembalian obligasi riil yang diharapkan, tingkat inflasi yang diharapkan, dan kekayaan riil.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, kenaikan dalam pengembalian saham riil dan pengembalian obligasi riil yang diharapakan menurunkan permintaan uang, kerena uang menjadi kurang menarik. Kenaikan dalam kekayaan riil meningkatkan permintaan uang, karena kekayaan yang lebih tinggi berarti portofolio yang lebih besar. 

Teori portofolio bermanfaat untuk mempelajari permintaan uang bergantung pada ukuran uang manakah yang kita gunakan. Ukuran uang yang paling sempit (M1) adalah aset yang didominasi (dominated assets); sebagai penyimpan nilai, uang eksis sepanjang aset-aset lain dalam kondisi lebih baik. Jadi, tidak optimal bagi orang-orang untuk memegang uang sebagai bagian dari portofolio mereka, dan teori portofolio tidak dapat menjelaskan permintaan terhadap bentuk uang yang didominasi ini. Ukuran uang yang lebih luas mencakup banyak aset yang mendominasi mata uang dan rekening cek, sehingga pendekatan portofolio terhadap permintaan uang merupakan teori yang baik untuk menjelaskan permintaan terhadap M2 atau M3 (Mankiw : 2000).

Teori Kuantitas Modern dari Friedman
Teori kuantitas modern dari permintaan uang di bangun berdasarkan teori kuantitas uang dengan menekankan kekhasan kepemilikan uang sebagai media pertukaran. Kekhasan ini karena memandang permintaan uang mirip permintaan akan suatu barang yang dipengaruhi oleh tiga hal yaitu; total kekayaan yang merupakan kendala anggaran (budget constraint) dalam perilaku konsumen, harga dari masing-masing bentuk kekayaan, serta selera dan preferensi (taste and preference) pemilik kekayaan (Jansen : 2002).

Teori kuantitas modern menekankan permintaan uang dari keuntungan dari proses subtitusi antar bentuk kekayaan seperti uang, obigasi, saham, surat berharga, dan bentuk kekayaan yang lain baik manusiawi maupun nonmanusiawi. Permintaan uang terhadap bentuk kekayaan di atas sangat dipengaruhi oleh hasil (return) yang akan diterima oleh pemilik kekayaan di masa yang akan datang.

Dalam teori permintaan uangnya, Friedman menganggap bahwa pemilik kekayaan memutuskan aktiva-aktiva apa yang akan dipegang atas dasar perbandingan manfaat, selera dan jumlah kekayaanya. Pengertian kekayaan dari Friedman tidak hanya berbentuk uang atau bisa diubah atau dijual menjadi uang, tetapi juga termasuk nilai dari aliran penghasilan ditahun-tahun mendatang dari tenaga kerjanya. Kekayaan tidak lain adalah nalai sekarang dari aliran penghasilan yang diharapakan dari aktiva-aktiva yang dipegang. Pengertian kedua yang penting adalah “manfaat”. Manfaat (returns) dari setiap bentuk aktiva merupakan faktor pertimbangan untuk memutuskan berapa jumlah dari masing-masing bantuk aktiva yang akan dipegang tersebut.

Dalam melakukan perumusan fungsi permintaan uang (permintaan total uang, Friedman tidak menganal pembagian motif memegang uang seperti Keynes), Friedman melakukan beberapa penyederhanaan. Ia menganggap pemilik kekayaan bisa memilih lima bentuk kekayaan untuk dipegang, yaitu: uang tunai, obligasi, saham atau equities, barang-barang fisik bukan manusia, dan kekayaan manusiawi / human capital.

Produk Domestik Regional Bruto
Produk Domestik Regiona Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi satu wilayah. Pertumbuhan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya infrastruktur ekonomi. PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.

PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada suatu tahun tertentu sebagai tahun dasar hitungannya. PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi, sedangkan harga konstan dapat digunkana untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Produk Domistik Regional Bruto (PDRB) dihitung oleh Badan Pusat Statistik (BPS) oleh masing-masing wilayah. BPS menghitung PDRB berdasarkan 3 (tiga) pendekatan yaitu : 
  • Pendekatan Produksi (Pruduction Approach) yaitu PDRB merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi dalam suatu wilayah / region pada suatu jangka waktu tertentu, biasanya setahun.
  • Pendekatan Pendapatan (Income Approach) yaitu PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut di dalam proses produksi di suatu wilayah pada jangka waktu tertentu (setahun). Balas jasa faktor produksi tersebut adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan. 
  • Pendapatan Pengeluaran (Expenditure Approach) yaitu PDRB merupakan jumlah semua pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, perubahan stok dan ekspor neto di suatu wilayah pada suatu periode (biasanya setahun). Ekspor neto disini adalah ekspor dikurangi impor.

Kuantitas uang dalam perekonomian sangat erat kaitannya dengan jumlah mata uang yang diperlukan dalam transakasi. Dalam penulisan skripsi ini, karena jumlah transaksi sulit diukur, maka jumlah transaksi diganti dengan output total dari perekonomian suatu wilayah atau daerah (PDRB). Transaksi dan output sangat berkaitan, karena semakin banyak perekonomian berproduksi, semakin banyak barang yang dibeli dan dijual. Namun demikian menurut Mankiw (2000) keduanya tidak sama. Ketika seseorang menjual mobil bekas untuk orang lain, misalnya, mereka melakukan transaksi dengan menggunakan uang, meskipun mobil bekas bukan bagian dari output sekarang.

Suku Bunga
Menurut Keynes (1936) suku bunga merupakan harga dari penggunaan uang. Sedangkan menurut Hubbard (1997), bunga adalah biaya yang harus dibayar atas pinjaman yang diterima dan imbalan atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilahan membelanjakan uang lebih banyak atau menabung (Laksomono : 2001).

Para ekonom membagi tingkat suku bunga atas dua yaitu, tingkat bunga nominal (nominal interest rate) dan tingkat bunga riil (real interest rate). Para ekonom menyebutkan tingkat bunga yang dibayar bank sebagai tingkat bunga nominal dan kenaikan dalam daya beli Anda dengan tingkat bunga riil. Tingkat bunga nominal biasa juga disebut biaya peluang (opportunity cost) dari memegang uang: biaya yang timbul karena Anda lebih memilih suka memegang uang ketimbang obligasi.

Dapat juga di katakan bahwa tingkat bunga riil adalah perbedaan di antara tingkat bunga nominal dan tingkat inflasi. Kalau diatur kembali persamaan ini, dapat dilihat bahwa tingkat bunga nominal adalah jumlah tingkat bunga riil dan tingkat inflasi.

Menurut Fisher (Fisher Equation). Hal ini menunjukkan tingkat bunga bisa berubah karena dua alasan : karena tingkat bunga riil berubah atau karena tingkat inflasi berubah. Menurut persamaan Fisher di atas, kenaikan 1 persen dalam tingkat inflasi sebaliknya menyebabkan kenaikan 1 persen dalam tingkat bunga nominal. Hubungan satu-untuk-satu antara tingkat inflasi dan tingkat bunga nominal disebut efek Fisher (Fisher Effect) (Mankiw : 2003). 

Inflasi
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadang kala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah IHK (Indeks Harga Konsumen) dan PDB/PDRB.

Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.

Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.

Hubungan antara Pendapatan, Suku Bunga Deposito dan Inflasi Terhadap Permintaan Uang
a. Pengaruh Pendapatan Regional (PDRB) Terhadap Permintaan Uang
Pada dasarnya pendapatan mencerminkan seberapa besar tingkat konsumsi seseorang. Biasanya semakin tinggi pendapatan seseorang, maka keinginannya untuk mengkonsumsi satu atau beberapa jenis barang juga akan semakin ikut meningkat.

Faktor yang paling mempengaruhi pertumbuhan uang dalam suatu wilayah antara lain pendapatan, nilai tukar, dan tingkat suku bunga (Boediono:1985). Pendapatan dan permintaan uang sangat berhubungan erat serta mempunyai sifat yang positif dan signifikan. Yang artinya ketika pendapatan mengalami kenaikan, maka permintaan akan uang juga akan mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena meningkatnya permintaan untuk konsumsi di kalangan masyarakat.

Sama halnya dengan apa yang dikemukakan oleh para ekonom klasik dalam teori permintaan uang yang beranggapan bahwa permintaan uang murni didasarkan untuk memenuhi kebutuhan dalam transaksi. Anggapan ini memberikan kesimpulan bahwa permintaan uang untuk kebutuhan transaksi sangat tergantung pada tingkat pendapatan.

b. Pengaruh Tingkat Suku Bunga Deposito Terhadap Permintaan Uang 
Pada umunya orang-orang yang mempunyai pendapatan yang berlebih akan menyimpan uangnya pada pihak perbankan dalam bentuk deposito. Alasan tersebut dikarenakan adanya pendapatan yang akan diterima dari uang tersebut yaitu berupa bunga.

Bunga merupakan salah satu varibel makro dalam moneter yang selalu diamati oleh para pelaku ekonomi. Tinggi rendahnya suku bunga yang ditawarkan suatu pihak perbankan, maka akan mempengaruhi sifat para pelaku ekonomi. Sebagai salah satu contohnya ketika suku bunga mengalami kenaikan, orang-orang akan lebih memilih menyimpan uangnya di bank dibandingkan untuk menggunakannya sebagai konsumsi dan begitu pula sebaliknya. Akan ada yang dikorbankan seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang lebih dari yang mereka miliki.

Menurut Keynes faktor yang mempengaruhi besarnya permintaan uang dengan motif spekulasi adalah besarnya suku bunga, dividen surat-surat berharga, ataupun capital gain. Karena ketika seseorang memilih memegang uang, maka mereka akan mendapatkan oppurtunity cost dari memegang uang atau dengan kata lain terdapat potensi kehilangan pendapatan bunga jika seseorang menetapkan salah satu bentuk kekayaan (asset).


Dalam hubungannya dengan permintaan uang, suku bunga berpengaruh negatif. Hal ini dikarenakan ketika suku bunga meningkat, jumlah dari uang tunai yang dipegang untuk transaksi juga akan mengalami penurunan, karena orang akan lebih memilih melakukan saving untuk mendapatkan pendapatan lebih yaitu bunga.

c. Pengaruh Tingkat Inflasi Terhadap Permintaan Uang
Dalam perekonomian inflasi merupakan sesuatu yang harus selalu dipantau dan diwaspadai oleh semua pelaku ekonomi terutama Bank Indonesia. Besarnya kontribusi Inflasi dalam perekonomian menjadikannnya salah satu pilar dari pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Kenaikan dari angka inflasi akan manjadikan perekonomian berada dalam posisi yang genting apabila tidak ditopang dengan output atau pendatan dari wilayah tersebut.

Kaitan antara inflasi dan permintaan uang mempunyai hubungan yang sangat erat. Seseorang akan menjadikan inflasi sebagai motif spekulasi dari permintaan uang, yang artinya ketika seseorang memprediksikan angka inflasi akan mengalami kenaikan maka permintaan uangnya pun juga akan ikut naik. Hal ini di sebabkan kerena akan meningkatnya jumlah harga kebutuhan sehari-hari di pasaran.

Seperti yang dikatakan oleh Friedman dalam teori permintaan uangnya yaitu kecepatan permintaan dan peredaran uang di masyarakat tergantung dari faktor ekonomi yaitu suku bunga dan inflasi. Dimana hal tersebut dapat diartikan bahwa inflasi merupakan salah satu komponen moneter yang sangat erat hubungannya dengan permintaan uang, saat terjadi inflasi permintaan uang akan semakin meningkat, ini disebabkan karena kurangnya output produksi dari produsen yang mengakibatkan harga barang/jasa juga ikut naik. Oleh karena itu Bank Sentral selalu berusaha mempertahankan tingkat inflasi dalam tingkat yang normal agar tidak berdampak buruk juga pada veribel ekonomi makro lainnya.

Tinjauan Empiris
Spencer (1985) melakukan penelitian tentang stabilitas parameter permintaan uang di Indonesia menggunakan data kuartalan tahun 1967-1981. Kajian tersebut menggunakan data uang dalam arti sempit (M1) dan luas (M2), pendapatan (PDB), tingkat bunga dan jumlah kantor bank. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa koefisien parameter permintaan uang M1 tidak stabil karena penambahan jumlah kantor telah menyebabkan kanaikan elastisitas permintaan uang sedangkan elastisitas tingkat bunga mengalami penurunan.

Effendi dan Aliasuddin (1998) juga telah melakukan penelitian empiris tentang stabilitas permintaan uang di Indonesia dengan menggunakan data tahunan dari 1971 hingga 1996. Hasilnya, parameter permintaan uang pada periode tersebut stabil. Namun kajian tersebut kurang konsisten dengan nilai elastisitas yang saling berbeda-beda untuk masing-masing periode penelitian. Hal tersebut disebabkan oleh pelanggaran asumsi klasik dalam model estimasi yang digunakan. Ada dua pelanggaran yang dijumpai dalam model tersebut yaitu multikolinearitas dan heteroskedastisitas.

Astiyah (2002) mengkaji perilaku permintaan uang dan implikasinya bagi kebijakan moneter di Indonesia. Dari berbgai definisi uang beredar, Astiyah menemukan bahwa hubungan antara uang beredar (M1 dan M2) dengan sasaran akhir inflasi semakin tidak stabil. Bahkan untuk uang primer telah menjadi variabel yang endogen, dalam arti dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi dan infalsi, dan karenaya sulit dikendalikan. Hanya permintaan uang kartal (kertas dan logam) secara riil yang relatif stabil. 

Berbeda dengan penelitian sebelumnya penulis mencoba menulis dalam ruang lingkup yang lebih kecil yaitu Sulawesi Selatan tapi tetap dengan variabel yang sama. Dalam skripsi ini penulis mengasumsikan penawaran uang sama dengan permintaan uang, kemudian karena jumlah transaksi sulit diukur, maka jumlah transaksi diganti dengan output total dari perekonomian di Sulawesi Selatan (GDRP) mengingat transaksi sangat berkaitan dengan output meskipun tak serupa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar